Page 71 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 71
54 IGN Guntur, Arief Syaifullah, Anna Mariana
Kehutanan dapat menafsirkan secara sepihak bahwa penunjukan
kawasan hutan mempunyai kepastian hukum yang sama dengan
5
penetapan kawasan hutan. Penafsiran tersebut dipertegas dalam
Surat Menteri Kehutanan Nomor S.426/Menhut-VII/2006, Perihal
Penjelasan Menteri Kehutanan tentang status Kawasan Hutan antara
lain ditentukan bahwa: a) Wilayah-wilayah tertentu yang telah
ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan dan
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap adalah secara
legal sudah merupakan kawasan hutan. b) Meskipun kawasan
tersebut belum ditata batas, namun pemanfaatan dan penggunaan di
atas kawasan tersebut sudah mempunyai akibat hukum yang terikat
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Itu sebabnya, dalam kerangka menjalankan amanat Tap MPR
Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam perlu kebijakan pengakuan hukum yang berujung
pada keadilan dan memberikan kepastian penguasaan tanah-tanah
adat kepada kelompok masayakat yang lemah patut untuk menjadi
pengarusutamaan saat ini. Guna penataan penguasaan dan peman-
faatan tanah yang adil dan berkelanjutan sebagai basis penguatan
ekonomi rakyat, perlu kemauan politik yang sungguh-sungguh,
konsisten dan jaminan perlindungan hukum atas ruang hidup masya-
rakat Dayak di Kalimantan Tengah yang nyata. Sesungguhnya, secara
konstitusional eksistensi masyarakat hukum adat beserta tanah
adatnya (dan hak ulayat) diakui dan dilindungi berdasar UUD 1945,
menimbang huruf f dinyatakan bahwa Provinsi Kalimantan Tengah belum
dilakukan paduserasi.
5 Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan, menyatakan bahwa kawasan hutan adalah
wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau (cetak miring oleh peneliti) ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat 3 UU tersebut dinyatakan bahwa penetapan status
hutan dilakukan oleh pemerintah.Pemerintah yang dimaksud di sini adalah
pemerintah pusat (Pasal 1 angka 14 UU Kehutanan). Dalam Peraturan Peme-
rintah Nomor 44/2004 tentang Perencanan Kehutanan pada Pasal 15 dinyatakan
bahwa pengukuhan kawasan hutan diselenggarakan oleh Menteri (dalam hal ini
Menteri Kehutanan). Dengan ketentuan ini maka kewenangan penetapan
kawasan hutan hanya berada ditangan Menteri Kehutanan, bukan ditangan
pemerintah (pusat).