Page 77 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 77
60 IGN Guntur, Arief Syaifullah, Anna Mariana
pinang. Hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan
bekas kampung (namanya dokoh, laman)” (Riwut:2007[cet.2], 342-
343).
Catatan Tjilik Riwut di atas menunjukkan bahwa pola
penguasaan hutan (dan tanah) oleh masyarakat adat Dayak
Kalimantan tidak hanya untuk berladang atau mengambil
pemanfaatan hasil dari tanah, namun juga membangun satu unit
sosial budaya yang kompleks, misalnya proses pembangunan sebuah
kampung. Kampung Dayak bermula dari penguasaan atas wilayah
hutan, dan membangun adat istiadat terkait penguasaannya
tersebut. Dalam melangsungkan dan mempertahankan kehidupan,
masyarakat adat Dayak tidak dapat dipisahkan dengan hutan. Hutan
juga merupakan sebuah kawasan ekosistem dan menjadi kawasan
habitatnya secara turun temurun. Kawasan hutan yang dikuasai
secara de facto dimanfaatkan sebagai sumber-sumber kehidupan
pokok. Kegiatan sosial ekonomi masyarakat adat Dayak meliputi
mengumpulkan hasil hutan, berburu, menangkap ikan, perkebunan
rakyat seperti kopi, lada, karet, kelapa, buah-buah serta kegiatan
berladang. Kegiatan perekonomiannya (masih bersifat subsistensi)
yang pokok berupa berladang sebagai usaha untuk menyediakan
kebutuhan beras dan perkebunan rakyat sebagai sumber uang tunai
yang dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang
lain.
Hubungan antara masyarakat adat Dayak dengan hutan berupa
penguasaan tanah merupakan hubungan timbal balik. Di satu pihak
alam memberikan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan
budaya, di lain pihak masyarakat adat Dayak senantiasa mengubah
wajah hutan sesuai dengan pola budaya yang dianut. Bentuk
penguasaan tanah ini melahirkan tradisi perladangan, sebagai salah
satu ciri pokok kebudayaan Dayak merupakan mata pencaharian
utama. Dalam setiap aktivitas berladang ini, selalu didahului dengan
mencari tanah sebagai lokasi ladang, tidak bertindak secara
serampangan, tidak pernah berani merusak hutan secara intensif,
karena hutan, bumi, sungai, dan seluruh lingkungannya adalah
bagian dari hidup sebagai ekosistem.