Page 89 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 89
72 IGN Guntur, Arief Syaifullah, Anna Mariana
Tabel 2: Sebangau (Kereng Bangkirei) dalam Perubahan Kebijakan
TAHUN PERUBAHAN
1969 Masyarakat Dayak Ngaju dari Pahundut mulai menetap di
Kereng Bangkirai
1972 Ditetapkan sebagai wilayah Resettlemet, masyarakat Dayak
Ngaju pindah ke Kereng Bangkirai sejumlah 97 keluarga
Munculnya perusahaan-perusahaan pemegang pemilik HPH
1982 Penetapan TGHK, menyatakan seluas 99,48% wilayah Kalteng
merupakan kawasan hutan negara
1995 Diluncurkan proyek “mega rice project” satu juta hektar lahan
gambut untuk pangan. Wilayah Sebangau menjadi bagian dari
projek satu juta hektar tersebut
2004 Sebagian wilayah hilir Sebangau menjadi Taman Nasional
Sebangau dengan luas ± 568.700 Ha ditunjuk berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.423/Kpts-II/2004 tanggal
19 Oktober 2004. Penunjukan Taman Nasional ini dimaksudkan
untuk mempertahankan sisa-sisa habitat hewan langka yang
masih ada di wilyah ini dan rusaknya lingkungan karena
banyaknya illegal logging serta penebangan hutan pada masa
ijin-ijin HPH dikeluarkan tahun 1970an.
2015 Program IP4T dilaksanakan di Sabaru dan Kalampangan
Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya
Sumber: Dari berbagai sumber yang diolah, 2016
2. Perlindungan Hukum Penguasaan Tanah pada Kawasan
Hutan Melalui IP4T
Kegiatan IP4T sebagai sarana integrasi hak pemanfaatan dan
penguasaan tanah masyarakat lokal dalam RTRWP sekaligus
terintegrasi dalam pengukuhan kawasan hutan di Kalimantan
Tengah menjadi penting untuk menjamin masyarakat setempat tidak
28
dipinggirkan serta wujud hadirnya negara . Pengakuan penguasaan
tanah tradisional dalam RTRWP dan/atau pengukuhan kawasan
hutan akan mengurangi benturan antara para pihak. Kejelasan
penguasaan tanah antara berbagai pemangku kepentingan yang
dipetakan dan diakui oleh semua pihak juga dapat mengurangi biaya
sosial pembangunan. Diskusi pada saat peneliti di lapangan,
28 Lihat juga pendapat dari Didik Suharjito, Guru Besar Fakultas Kehutanan,
Hutan untuk Kesejahteraan Rakyat, dalam Koran Tempo yang terbit hari Kamis,
8 September 2016 terlampir.