Page 85 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 85
68 IGN Guntur, Arief Syaifullah, Anna Mariana
Permasalahan hukum yaitu disharmoni antara peraturan
“RTRWP” dan Peraturan "TGHK", memiliki perbedaan terhadap
penunjukkan kawasan hutan. Dalam RTRWP tahun 2003 terdapat
banyak perubahan atas kawasan hutan menjadi Kawasan
Penggembangan Produksi (KPP) dan Kawasan Pemukiman dan
Penggunaan Lainnya (KPPL), sehingga bagi usaha pertambangan
tidak diwajibkan untuk memperoleh ijin pinjam pakai kawasan
hutan. Namun permasalahan timbul saat penunjukan kawasan hutan
untuk suatu wilayah yang sama antara RTRWP dengan TGHK
berbeda. Misalnya, berdasar RTRWP suatu wilayah itu dialokasikan
sebagai KPPL/KPP sedang terhadap wilayah yang sama tersebut
berdasar TGHK adalah sebagai kawasan hutan. Pemerintah daerah
dan dinas yang terkait serta otoritas kehutanan memberikan
pendapat yang berbeda atas keberlakuan TGHK dan RTRWP.
Keberlakuan TGHK dan RTRWP terhadap status kawasan hutan
menjadikan ketidakpastian dalam pemanfaatan tanah, akibatnya
pengakuan atas penguasaan tanah masyarakat adat Dayak saat ini
masih ditemui hambatan dan masalah.
Disharmoni peraturan ini berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan dalam upaya otoritas pertanahan mengakui penguasaan
tanah pada wilayah “kawasan hutan”. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2)
UU Kehutanan dijelaskan bahwa kepastian hukum atas kawasan
hutan adalah dengan cara pengukuhan hutan oleh pemerintah. Pasal
15 UU ini menjelaskan bahwa pengukuhan kawasan hutan dilakukan
dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah melalui tahapan:
a) penunjukkan kawasan hutan, b) penataan batas kawasan hutan, c)
pemetaan kawasan hutan dan d) penetapan kawasan hutan. Sesuai
dengan Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004
tentang Perencanaan Kehutanan disebutkan bahwa "penunjukkan
kawasan hutan meliputi wilayah provinsi dan wilayah tertentu secara
parsial". Selanjutnya berdasar Pasal 15 ayat (2) UU Kehutanan jo.
Pasal 18 ayat (2) PP Nomor 44 tahun 2004 dijelaskan bahwa
pengukuhan hutan yang diawali dengan penunjukan kawasan hutan
untuk wilayah propinsi yang dilakukan oleh Menteri dengan
memperhatikan RTRWP dan/atau pemaduserasian antara TGHK
dengan RTRWP. Sesuai dengan penjelasan Pasal 18 ayat (2) PP