Page 83 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 83
66 IGN Guntur, Arief Syaifullah, Anna Mariana
Carut marut penataan (tata) ruang dapat dilihat dari kronologi
sebagaimana Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1: Perkembangan Kawasan Hutan dan Non Hutan di
Kalimantan Tengah
Jenis TGHK Perda Perda Usulan PerMenhut Perda
Kawasan 1982 5/1993 8/2003 Revisi SK 529/2012 5/2015
2007
Kawasan 99,48% 63,01% 67,04% 55,03% 82,47% 82,01%
Hutan
Non 0,52% 36,99% 32,96% 44,97% 17,54% 17,99%
Kehutanan
Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2016
Berdasarkan kronologi tersebut, pada awalnya hampir seluruh
wilayah (yaitu 99,48 % dari total wilayah Provinsi Kalimantan Tengah
seluas 15.380.000 hektar) “ditunjuk” sebagai kawasan hutan yang
merupakan hutan negara. Mengingat kewenangan penataan ruang
wilayah ada pada pemerintah daerah, selanjutnya terbit Perda
Provinsi Kalteng secara berturut-turut yaitu No. 5 tahun 1993, diganti
dengan Perda No. 8 tahun 2003 serta usulan revisi tahun 2007 yang
mengalokasikan peruntukan kawasan hutannya cenderung semakin
berkurang, sebaliknya peruntukan kawasan non kehutanan
(budidaya) cenderung semakin luas. Di satu sisi, sudah ada Perda No.
8 Tahun 2003 (pengganti Perda No. 5 Tahun 1993) yang mengatur
peruntukan kawasan, namun otoritas kehutanan mengatur kembali
klaim penguasaan hutan berdasarkan Permenhut No. 529 tahun 2012
yang menentukan kawasan hutan sebanyak 82,47%.
Menarik untuk dicermati, mengapa pada tahun 1982 dikeluarkan
Peraturan Menteri Pertanian terkait TGHK? Hal ini dapat ditelusuri
dan diduga untuk memudahkan perijinan untuk mengekpoitasi
wilayah yang dikehendaki untuk diberikan ijin ekploitasi kehutanan.
Adanya TGHK 1982 yang menentukan seluruh wilayah Kalimantan
Tengah sebagai kawasan hutan, berarti pula hampir seluruh wilayah
berada dalam pengelolaan hutan negara yang dilakukan oleh otoritas