Page 104 - Dinamika Pendaftaran Tanah Adat di Kampung Naga
P. 104

Pertanahan  dan Pendaftaran  Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum
            Adat. Hal ini memberikan peluang untuk pensertipikatan Tanah Ulayat
            sebagai interaksi akomodatif pada tingkat operasional melalui legislasi
            atau pengakuan formal terhadap penguasaan Tanah Ulayat masyarakat
            Naga.  Dengan demikian,  Kampung  Naga dapat dilakukan  formalisasi
            hak atas Tanah Ulayat atau melegalkan wilayah administrasi Kampung
            Naga secara hukum menurut UUPA.

                Pengakuan Kampung Naga  secara  formal  sebagai Kampung  Adat
            tidak harus melalui  penerbitan Peraturan Daerah  yang menyatakan
            bahwa Kampung Naga merupakan  Tanah Ulayat,  akan  tetapi  dengan
            adanya keputusan Bupati Kabupaten Tasikmalaya tahun 2015 tersebut,
            artinya secara langsung pemerintah daerah mengakui bahwa Kampung
            Naga  dapat menjadi  objek  Tanah Ulayat  secara hukum. Lebih lanjut
            penetapan masyarakat adat sebagai subjek hak dapat ditetapkan melalui
            Peraturan ATR/BPN, oleh karena: 1)  obyek (Tanah Ulayat) sudah jelas
            ada; 2) masyarakat  adat Kampung Naga  ada (keputusan Bupati); 3)
            adanya bentuk hubungan hukum yang berupa kepemilikan oleh lembaga
            adat dan penguasaan oleh anggota masyarakat adat; maka, 4) langkah
            berikutnya berupa  penetapan lembaga  adat Kampung Naga  sebagai
            subyek hak atas tanah oleh Kementerian ATR/BPN. Dengan demikian,
            penerapan  aturan lokal  yang mempunyai kekuatan hukum  untuk
            mengontrol penguasaan dan pemanfaatan tanah dapat berjalan seiring
            dengan hukum negara. Interaksi  akomodatif  terjadi  ketika kebiasaan
            adat diakui dalam kebijakan hukum (Guntur, 2023).
                Ashiddiqie (2017) menjelaskan bahwa  pemberian kewenangan
            kepada Bupati  dan  Walikota  untuk mengakui  dan menghormati
            masyarakat adat melalui peraturan daerah merupakan hal yang kurang
            tepat.  Menyerahkan nasib  suatu masyarakat  adat  sepenuhnya kepada
            pihak yang berwenang mengatur di tingkat kabupaten/kota tanpa aturan
            yang jelas tentu cukup beresiko. Pemerintah telah mengeluarkan banyak
            peraturan perundang-undangan untuk mengakui keberadaan masyarakat
            adat, namun tidak merumuskan syarat dan prosedur yang singkat dan
            sederhana  yang  bertujuan  untuk  mengakui hak-hak  masyarakat  adat.
            Implementasi model peraturan seperti ini mengarah pada pengingkaran




                                                                   BAB 05  85
                                        Sistem Tenurial Masyarakat Adat Kampung Naga
   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109