Page 413 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 413

M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)

            Perpres 10/2006 yang relevan untuk kebutuhan pembaruan
            agraria, yakni; (1) Posisi BPN yang langsung berada di bawah
            presiden dan bertanggungjawab kepada presiden, (2) Melu-
            asnya cakupan tugas yang meliputi kebijakan pertanahan
            secara nasional, regional dan sektoral, (3) Tercantumnya
            tugas dan fungsi pelaksanaan reforma agraria, (4) Adanya
            kedeputian khusus yang menangani sengketa dan konflik
            pertanahan, dan (5) Dibentuknya Komite Pertanahan yang
            memberikan saran, masukan dan pertimbangan.
                Disamping Perpres 10/2006, di bawah visi “Tanah untuk
            sebesar-besar kemakmuran rakyat guna mewujudkan keadilan dan
            keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan
            Republik Indonesia” sebagai visi baru di bidang pertanahan,
            BPN juga telah menetapkan 11 prioritas agenda untuk lima
                           5
            tahun ke depan.  Dari kesebelas agenda BPN, menurut pe-
            nulis ada lima agenda mendasar terkait langsung dengan
            program pembaruan agraria nasional yang perlu dielaborasi; 6
            1. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah.
                Ini diperlukan karena rakyat selalu berposisi lemah
                dalam memenuhi haknya. Rakyat rentan digusur dan
                didera kesewenangan di lapangan agraria. Pelaksanaan
                landreform adalah jantung dari agenda penguatan hak
                rakyat atas tanah. Oleh kerena itu, redistribusi tanah
                bagi kaum tani (rakyat) miskin, pengembalian dan
                pengukuhan wilayah kuasa/kelola rakyat, dan legalisasi
                tanah yang sudah digarap rakyat sangat relevan dalam
                agenda ini.
            2. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah,
                sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh In-
                donesia secara sistematis. Sering diungkapkan bah-

            366
   408   409   410   411   412   413   414   415   416   417   418