Page 572 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 572

Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria 2006-2007

               yang hendak ditata ke depan. Sesungguhnya di sinilah letak
               zitgeist, yakni semangat jaman dan situasi batin, yang
               melatari diundangkannya UUPA pada tahun 1960.
                   Agenda transformasi struktur agraria seperti dikehen-
               daki UUPA inilah inti dari kebijakan reforma agraria. Pada
               intinya, reforma agraria adalah upaya sistematis untuk mela-
               kukan perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan
               jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang
               memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertai-
               nya, dan yang diikuti pula oleh perbaikan sistem produksi
               melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian,
               perbaikan metode bertani, hingga infrastruktur sosial lain-
               nya.
                   Harus diakui, selama Orde Baru amanat dari cita-cita
               kemerdekaan nasional di lapangan agraria ini cenderung
               diingkari. Tidak mengherankan apabila persoalan agraria
               lantas hanya dilihat dalam bingkai sempit perspektif sekto-
               ralisme. Dengan begitu, maka ia telah diposisikan sebagai
               “non-faktor” dari proses ekonomi-politik yang berlangsung.
               Problem-problem agraria yang sudah ada maupun yang baru
               muncul (seperti meningkatnya kesenjangan penguasaan
               tanah, konversi lahan pertanian, konflik dan sengketa agra-
               ria, dll.) hanya dilihat sebagai “dampak” belaka, atau
               “eksternalitas”, dari sebuah proses ekonomi-politik yang
               disebut “Pembangunan”. Dengan kata lain, merupakan
               “efek samping” yang bisa dimengerti dan dianggap wajar-
               wajar saja.
                   Pemahaman semacam ini sudah pasti salah besar karena
               apa yang disebut sebagai “efek samping” itu ternyata telah
               melahirkan 1.753 sengketa tanah struktural dengan luas

                                                                  525
   567   568   569   570   571   572   573   574   575   576   577