Page 10 - Proposal Riset Desain Strategi Pertahanan Aktif untuk Pencegahan Peredaran Gelap Narkoba
P. 10
renstra 2020-2024. Di naskah tersebut jelas disebutkan mengenai bagaimana strategi ofensif perlu
dievaluasi karena justru kontraproduktif dengan target capaian P4GN: bukannya menyurut, justru
jaringan pengedar semakin “memperkuat diri dan mengembangkan berbagai modus dan kelengkapan
persenjataan kejahatannya.”
31
Lalu terkait terjemahan Active Defense sebagai “defensif aktif” oleh tim perumus naskah akademik
renstra berdampak pada cara pandang bermasalah. Istilah ‘defensif’ justru semakin memperkuat postur
Indonesia yang reaksioner, dan cenderung bermakna “aktif bereaksi”—sebuah posisi yang justru ingin
dihindari melalui naskah tersebut. Terjemahan ‘defense’ yang tepat adalah ‘pertahanan’—dan bukan
‘defensif’; yang pertama adalah kata benda, sementara yang terakhir adalah kata sifat. Dalam istilah active
defense, ‘defense’ yang dimaksud adalah sebagai kata benda—pertahanan—yang memiliki
karakter/postur ‘aktif’. Definisi yang tepat, dengan demikian, adalah Pertahanan Aktif. Pemaknaan terma
‘pertahanan’ pun tidak bisa menggunakan pemaknaan common sense begitu saja; ia adalah konsep—
32
konsep ilmiah yang dikaji secara disipliner lintas generasi oleh studi strategi/pertahanan dan keamanan.
Dalam teorinya, dan yang juga sudah diterapkan di hampir seluruh departemen pertahanan di seluruh
dunia, pertahanan tidaklah selalu “bertahan,” artinya ia tidak selalu “defensif,” ia juga bisa bersifat ofensif,
dan ini tergantung postur strategisnya—yang terefleksikan dari pemilihan jenis persenjataan, kapabilitas
personil, dan pengembangan teknologi tempurnya.
Persoalan di atas ini pada gilirannya membuka persoalan lain: tepatkah istilah pertahanan yang
cenderung berkonotasi militeristik/tradisional ini kemudian dipakai untuk menjawab tantangan
keamanan yang notabene non-tradisional/non-militeristik? Dalam studi pertahanan dan keamanan,
suatu solusi keamanan amat ditentukan dari medan dan bentuk ancamannya. Saat medan dan bentuk
ancaman berubah, maka bisa jadi solusi tersebut tidak kompatibel. Memaksakannya kompatibel, justru
membuat strategi tersebut tidak efektif, tidak efisien, dan tidak ekonomis. Dalam menghadapi ancaman
keamanan tradisional, kita memiliki definisi musuh yang jelas: letaknya, profilnya, kekuatannya; begitu
juga medan peperangannya: darat, laut, atau udara. Musuh tradisional pun cenderung bersifat eksternal
dari suatu negara; dan untuk menjadi ‘musuh’ yang diperangi, ia harus mengancam integritas kedaulatan
nasional. Masalahnya, apakah fitur-fitur ini dimiliki oleh ancaman IDT-DA yang notabene non-
tradisional? Kita belum memiliki kejelasan total mengenai siapa “lawan” sejelas kita mengetahui, dulu,
musuh kita adalah Penjajah Belanda; kita juga tidak memiliki peta jelas mengenai medan pertempuran
31 BNN-RCCP FIA UB, “Naskah Akademik Penyusunan Rencana Strategis Badan Narkotika Nasional 2020-2024,” 72.
32 Beberapa kajian seminalnya, sbb.: Stephen van Evera, “Offense, Defense, and the Causes of War,” International Security 22, no. 4
(1998): 5–43; Charles L Glaser dan Chaim Kaufmann, “What Is the Offense-Defense Balance and Can We Measure It ?,” International
Security 22, no. 4 (1998): 44–82; Rebecca Slayton, “What Is the Cyber Offense-Defense Balance? Conceptions, Causes, and Assessment,”
International Security 41, no. 3 (Januari 2017): 72–109, https://doi.org/10.1162/ISEC_a_00267.
10 | Proposal Riset Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense) |
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ) dan Badan Narkotika Nasional (BNN)