Page 9 - Proposal Riset Desain Strategi Pertahanan Aktif untuk Pencegahan Peredaran Gelap Narkoba
P. 9

ini kelak akan berguna dalam mengarahkan kajian strategis ini agar lebih terkontekstualisasikan ke dalam
               tantangan kebijakan kongkrit di lapangan. Secara umum, ada tiga celah konsepsi dan kebijakan P4GN

               yang menarik untuk ditelaah.



               TIGA CELAH KEBIJAKAN


                     Pertama, sekaligus paling krusial, adalah soal terma Active Defense. Sudah hampir setahun terma
               tersebut terlontar di ruang publik, namun menariknya belum satupun dokumentasi maupun dokumen
               yang menyatakan dengan tegas definisi terma krusial tersebut. Kepala Biro Perencanaan BNN, misalnya,

               mendefinisikan Active Defense sebagai “[k]emampuan Negara Indonesia untuk menangkal gangguan
               keamanan (narkoba) yang berasal dari Luar Negeri yang akan masuk ke Wilayah Indonesia.”  Namun
                                                                                                    28
               demikian, akunya, definisi tersebut adalah definisinya sendiri dan memang belum disahkan. Tidak hanya
               itu, ia mengembangkan definisi tersebut dari penafsirannya akan definisi Departemen Pertahanan AS
               (DoD)—“[t]he employment of limited offensive action and counterattacks to deny a contested area or
               position to the enemy.” Di kesempatan lain, Kepala BNN menyampaikan dalam wawancara dengan sebuah

               media nasional bahwa Active Defense merupakan sebuah pendekatan pencegahan dengan cara “memutus
               jalur peredaran gelap narkotika sejak di luar negeri, baik di negara produksi maupun negara transit.” Lebih

               rincinya, pendekatan ini dilakukan dengan “mengunjungi beberapa negara untuk membangun sistem dan
               kerja sama, khususnya dalam pertukaran informasi,” dan bahkan menempatkan “diplomat-intelijen
                                         29
               narkoba di beberapa negara.”  Dalam ilustrasi ini, sayangnya tidak juga disampaikan sebuah definisi baku
               mengenai apa itu Active Defense.

                     Absennya definisi baku ini,  menariknya,  juga dibarengi pemaknaan  problematis oleh beberapa
               akademisi di lingkaran  BNN. Misalnya, dalam satu kesempatan,  seorang  kelompok ahli BNN
               mendefinisikan  Active Defense  sebagai—dengan menggunakan bahasa Inggris—“the use of offensive
               actions to outmaneuver an adversary and make an attack more difficult and to carry out. Applying offense-

               driven strategies is critical to being able to detect and stop not only external threat actors, but also insiders
                                                     30
               and attackers with varying motivations.”  Selain definisi ini terlalu umum, secara esensial, memaknai
               Active Defense sebagai tindakan ofensif justru berkontradiksi dengan kajian lain yang sudah dilakukan
               BNN sendiri  yang  bekerjasama dengan Universitas Brawijaya untuk  penyusunan  naskah akademik




                     28  Kepala Biro Perencanaan BNN, “Kajian Active Defense [Handout Diskusi].”
                     29   “Akan  Ada  Diplomat-Intelijen  Narkoba  di  Beberapa  Negara,”  Media  Indonesia,  26  Juni  2019,
               https://mediaindonesia.com/read/detail/243296-akan-ada-diplomat-intelijen-narkoba-di-beberapa-negara.
                     30  Budi Utomo, “Disain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense) dalam P4GN [Handout Diskusi],” 2020.
                                                          9 | Proposal Riset Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense) |
                                               Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ) dan Badan Narkotika Nasional (BNN)
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14