Page 242 - Ayah - Andrea Hirata
P. 242
Ayah ~ 229
pai-gapai. Semuanya terjadi dengan sangat cepat. Tahu-tahu
Lena dan Zorro telah berada di seberang jalan, lalu masuk ke
mobil dan langsung meluncur.
Sabari tahu apa yang paling ditakutkannya telah terjadi.
Dia berdiri gemetar di pinggir taman balai kota sambil me-
megang balon gas. Zorro, Zorro, panggilnya dalam hati.
Lama dia berdiri memandangi persimpangan jalan di
ujung sana, tempat dia terakhir melihat Zorro. Sendi-sendi
tubuhnya lumpuh. Dia bahkan tak mampu memegang tali
balon gas. Balon-balon itu terlepas, terbang menyedihkan ke
angkasa.
Ramai orang di taman balai kota, hiruk pikuk anak-
anak. Orang-orang berbicara dan memanggil-manggil, peda-
gang kaki lima bersaing keras suara menawarkan dagangan,
mainan balon yang dipencet anak-anak melengking-lengking.
Klakson sahut-menyahut dari kendaraan yang ingin cepat-
cepat sebab langit sudah gelap, hujan segera tumpah. Peluit
yang disemprit polisi membuat susana makin bising, tetapi
Sabari tak mendengar suara-suara itu. Dia merasa berdiri
sendiri di tengah padang pasir. Tak ada siapa-siapa kecuali
dirinya sendiri. Tak pernah dialaminya rasa sepi sehebat itu.
Di muka toko kain Pakistan itu juru antar bersusah pa-
yah mengengkol sepeda motornya, yang tadi baik-baik saja,
meluncur dengan syahdu melewati taman balai kota, lalu
tiba-tiba mogok. Dia melongok ke langit, titik-titik air mulai
berjatuhan.

