Page 75 - Ayah - Andrea Hirata
P. 75

62 ~ Andrea Hirata


          ayahnya bercerita untuk menidurkannya. Bukan karena Sa-

          bari merengek, melainkan memang karena ayahnya senang
          bercerita. Sesekali ayahnya mengucapkan kata yang tak biasa
          didengar Sabari kecil, tetapi terasa indah. Sabari bertanya,
          apakah yang diucapkan ayahnya itu?
              “Itulah puisi, Boi.”
              “Apakah puisi itu?”
              “Puisi adalah  salah  satu temuan manusia yang paling
          indah.”
              Merona-rona Sabari menatap ayahnya bergaya memba-

          ca puisi. Ingin sekali dia pandai membuat puisi seperti ayah-
          nya. Insyafi bahagia dapat membesarkan anaknya dengan pu-
          isi dan gembira dapat menurunkan hobinya kepada anaknya.
          Suatu ketika Sabari dan ayahnya duduk di beranda.
              “Tahukah kau, Boi, langit adalah sebuah keluarga. Li-
          hat awan yang berarak-arak itu, tak terpisahkan dari angin.
          Coba, bagaimana kau dapat memisahkan awan dari angin?”
          Sabari terpesona pada pertanyaan itu.
              “Awan dan angin tak terpisahkan karena mereka sauda-
          ra kandung. Ibu mereka adalah bulan, ayah mereka mataha-
          ri. Setiap sore angin menerbangkan awan ke barat, matahari
          memeluk anak-anaknya dan dunia mendapat senja yang me-

          gah.”
              Sabari terpukau.
              “Awan adalah anak perempuan penyedih, gampang me-
          nangis. Jika awan menangis, turunlah hujan. Namun, kalau
          kau pandai membujuknya, ia takkan menangis.”
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80