Page 80 - Ayah - Andrea Hirata
P. 80

Ayah ~ 67


            an para pecundang tengik itu: Ukun, Tamat, dan si gunung

            Toharun. Rasakan!
                 Sabari telah berdiri tegak menunggu Lena di bawah po-
            hon akasia, dekat gerbang sekolah, sejak masih gelap. Bah-
            kan, penjaga sekolah belum bangun. Dia melihat matahari
            terbit, mendengar anjing menggonggong dan ayam berkokok
            menjelang pagi.
                 Hampir dua jam menunggu, satu per satu siswa mulai
            datang, lalu berbondong-bondong. Sabari gelisah sebab Lena
            tak kunjung muncul. Akhirnya, lonceng masuk berdentang,

            pada saat yang sama datanglah Lena, mengebut naik sepeda
            menuju sekolah. Sabari berdebar-debar.
                 Lima meter  lebih kurang  jaraknya  dengan Lena, satu
            jarak sopan yang dijaganya dengan teliti, di samping Sabari,
            Senyorita, anjing penjaga sekolah, melakukan tindakan tak
            senonoh number two. Sekilas mereka beradu pandang, semua-
            nya seperti dalam gerak lambat, tetapi Lena seakan melihat
            angin saja. Seakan Sabari tak ada di situ. Sikapnya sama se-
            kali tak mencerminkan  kata-kata romansa dalam suratnya.
            Sabari terpana, Senyorita juga.
                 Jangankan Sabari, bahkan Ukun, Tamat, dan Toharun
            tak habis mengerti melihat sikap Lena. Ingat benar Ukun kata

            manis Lena untuk Sabari, Romeo, Juliet-mu. Namun nyatanya,
            Lena masih tetaplah Lena. Boro-boro senang sama Sabari,
            melirik pun tidak.
                 “Jangan-jangan dia kena penyakit  kepribadian  ganda,
            bisolar!” kata Toharun.
   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85