Page 84 - Ayah - Andrea Hirata
P. 84
Ayah ~ 71
Toharun membetulkan posisinya, siap disemprot Bu
Norma.
“Kau, Run! Di mana ada dangdut, di situ ada kau! Lalu,
kau pikir ini sekolah olahraga?! Ini SMA! Kalau mau belajar
olahraga, jangan masuk sekolah, masuk tambang timah sana!
Pikullah pipa sekehendak hatimu!”
“Tapi, Bu, nilai Matematika-ku sedikit lebih baik daripa-
da Sabari,” Toharun membela diri.
“Nilai Pengetahuan Umum-ku juga lebih baik daripada
Sabari,” Tamat ikut-ikutan.
“Apa katamu, Run?! Coba kutes! Kalau seratus adalah
sepuluh persennya seribu, maka seratus itu berapa persennya
empat ratus?!”
Toharun tergagap-gagap.
“Kalau kau pintar, harusnya kau bisa menjawab dengan
cepat!”
Toharun panik, dia mencoba menghitung dengan jari-
jarinya, mulutnya komat-kamit, keringatnya bertimbulan. Sa-
bari tak tega, dia ingin membantu, tetapi tak berani. Empat
puluh lima persen! Aih, bodoh sekali! Empat puluh lima persen!
“Macam mana, Run!? Kau bilang kau pintar Matemati-
ka? Persoalan sederhana saja kau tak becus! Itulah kalau ma-
sih kecil kebanyakan diminumi air tajin!” Toharun menyerah.
Diempaskan tubuh tegapnya ke sandaran bangku. Keringat-
nya bercucuran.
“Tiga puluh persen! Itulah jawabannya kalau kau mau
tahu!” Bu Norma tersenyum puas.

