Page 83 - Ayah - Andrea Hirata
P. 83

70 ~ Andrea Hirata


          siswa penuh harapan, amat berbeda dengan Ukun, Tamat,

          Toharun, dan Bogel ini! Mereka ini tukang bikin onar saja!”
              Ketiga cecunguk itu mengerut.
              “Coba, mana pernah aku ngasih angka sembilan untuk
          Bahasa Indonesia, mana pernah!? Kecuali untuk kau, Ri!”
              “Terima kasih, Bu.”

              “Sebenarnya, aku ingin sekali memberimu nilai sepuluh,
          Ri, tapi aku sadar, mustahil manusia mendapat angka sepuluh
          untuk bahasa.”
              “Terima kasih, Bu.”
              “Lalu, mana pernah aku ngasih angka empat kecuali un-
          tuk Ukun, Tamat, dan Toharun amit-amit ini?! Saban malam
          nongkrong di warung kopi! Berleha-leha macam orang de-
          wasa. Jangan-jangan sudah merokok dan minum cap monyet

          segala! Tak masuk kalau dinasihati. Istilah orang Melayu, bo-
          doh tak menurut, pintar tak mengajar. Orang macam itulah
          kau itu, Kun! Nilai Bahasa Indonesia saja merah macam buah
          saga! Patutnya kau ini dideportasi!”
              Ukun menunduk.

              “Kau, Mat! Susah payah ayahmu menghidupi tiga istri,
          kau sangka gampang?! Seenaknya saja kau bolos. Durhaka!”
              Tamat menyesal. Bu Norma menatap Bogel.
              “Tak ada kerusakan di sekolah ini yang kau tak terlibat.
          Corat-coret sana sini, merokok di dalam WC, merusak pot-
          pot bunga, aku tahu, kau pelakunya! Brutal! Kau ini Hitler
          dalam bentuk pelajar!”
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88