Page 81 - Ayah - Andrea Hirata
P. 81

68 ~ Andrea Hirata


              Sabari tersenyum pahit. Ukun menjadi iba.

              “Usahlah kau risaukan, Boi,” bujuknya.
              “Perempuan cantik memang suka plinplan, itu merupa-
          kan bagian dari kecantikan mereka. Aku sendiri punya penga-
          laman yang sama denganmu. Jadi, aku mengerti perasaanmu.
          Kita senasib.”
              “Pengalaman dengan siapa, Kun?”
              “Siapa lagi? Shasya!”
              “Pengalaman bagaimana?”
              “Ya, aku bingung karena Shasya selalu plinplan. Hari

          ini dia bilang tak suka padaku, esoknya bilang benci, esoknya
          lagi bilang muak. Sungguh tak punya pendirian. Yang benar
          yang mana?!”






          Tak tahu kopiah siapa yang pernah dilangkahi Sabari, kar-
          manya lekat, sialnya bertubi-tubi. Belum usai satu kemalang-
          an, disambut kemalangan lain. Waktu berjalan  ke tempat
          parkir sepeda, tiba-tiba seorang siswa mengadangnya. Siswa

          itu tersenyum tengik sambil mencium-cium saputangan. Sa-
          bari terpana karena detik itu dia langsung tahu Marlena binti
          Markoni sudah diraup Bogel Leboi.
              Sabari tahu saputangan itu punya Lena, dibelinya di
          kaki lima Uda Syam Robet. Sering dilihatnya saputangan itu
          dipakai Lena melapisi sadel sepeda, seperti kebiasaan anak
          perempuan Melayu lainnya.
   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86