Page 77 - Ayah - Andrea Hirata
P. 77
64 ~ Andrea Hirata
gang, dan dermaga. Ayahnya gembira, daripada sepanjang
hari hanya diam di rumah.
Sepanjang jalan Insyafi berkisah ini-itu, sesekali berpu-
isi. Bagi Sabari, itulah bagian paling istimewa dari ayahnya,
yakni bagian puitisnya. Banyak orang yang makin tua ma-
kin cerewet, makin temperamental, makin genit, makin ke-
kanakan. Ayah Sabari, makin puitis.
Insyafi sendiri melihat perubahan yang aneh pada diri
Sabari beberapa waktu terakhir itu—yang dia tak tahu bahwa
semuanya bersangkut paut dengan surat untuk Sabari dari Ju-
liet-mu, Lena itu. Sore itu Sabari mendorong kursi roda ayah-
nya melintasi padang ilalang. Dia berhenti dan memandangi
ilalang yang meliuk-liuk ditiup angin. Sabari tersenyum.
Ayahnya menatap dan langsung tahu bahwa anaknya sedang
dilanda cinta.
Tak ada lagi yang perlu diceritakan. Sabari telah diajari
ayahnya untuk membaca tanda-tanda, sebagai bagian dari
istimewanya puisi, bahwa apa yang diceritakan mata lebih te-
rang daripada apa yang diucapkan mulut. Ayahnya menatap
angkasa lalu berkata:
Waktu dikejar
Waktu menunggu
Waktu berlari
Waktu bersembunyi
Biarkan aku mencintaimu
Dan biarkan waktu menguji

