Page 93 - Ayah - Andrea Hirata
P. 93

80 ~ Andrea Hirata


              Bogel  sering mengejek puisi-puisi Sabari, sambil me-

          main-mainkan korek gas Zippo, dipanggilnya Sabari majenun
          alias gila. Bogel jengkel karena Sabari tak pernah terpancing.
          Ditariknya kerah baju Sabari, ditantangnya berkelahi. Sabari
          tak melawan, hanya tersenyum, karena dia takkan meren-
          dahkan dirinya sendiri dengan menggunakan mulutnya un-

          tuk memaki dan takkan menghinakan dirinya sendiri dengan
          menggunakan tangannya untuk memukul. Bagi Sabari, Bogel
          dan kawan-kawan hanya sedang menjadi anak SMA. Sama
          sekali tak dihiraukannya hal yang tak penting itu.
              Pernah Bogel menggemboskan ban sepedanya sehing-
          ga dia harus pulang menuntun sepeda itu, padahal jarak dari
          sekolah ke rumahnya hampir dua puluh kilometer. Dilewati-
          nya padang ilalang yang tengah berbunga. Warna putih ter-

          bentang bak hamparan kabut. Sabari masuk ke padang ila-
          lang  yang meliuk-liuk  ditiup angin. Dipejamkannya  mata,
          dibentangkannya tangan, lalu dia meliuk-liukkan tubuhnya
          mengikuti gelombang ilalang. Terbayang wajah seorang anak
          perempuan yang  merampas  lembar  jawaban ujian Bahasa

          Indonesia -nya itu, Sabari merasa terbang.
              Izmi kagum kepada Sabari karena tak pernah membalas
          Bogel. Dia makin kagum ketika membandingkan keduanya.
          Bogel punya segalanya, keluarga mampu, kawan banyak, ber-
          wajah menarik, flamboyan, populer, trendi, lumayan pintar.
          Banyak siswa ingin sepertinya, tetapi di mata Izmi, Bogel tam-
          pak selalu ingin menjadi orang lain. Sabari adalah kebalikan
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98