Page 95 - Ayah - Andrea Hirata
P. 95

82 ~ Andrea Hirata


          ulangan, tetapi rapor semester 1-nya sangat jatuh. Terperosok

          nun jauh ke dasar sana. Angka merahnya ada delapan. Ka-
          laupun angka merah itu berkurang setengah, menjadi empat,
          dia tetap takkan naik kelas. Karena batas minimum  untuk
          naik kelas adalah tiga angka merah. Dan, rasanya mustahil
          bisa mengurangi delapan angka merah menjadi tiga. Sering

          Izmi melamun, seandainya dia mengenal Sabari lebih awal,
          tentu keadaannya takkan segawat sekarang. Mengapa orang-
          orang yang tepat selalu datang terlambat?
              Wali kelas membagikan rapor, sesekali tajam menatap
          Izmi. Firasat buruk melanda pelajar sekaligus pembantu ru-
          mah tangga paruh waktu itu. Nama dipanggil satu per satu,
          kawan-kawannya menerima rapor, keluar dari kelas lalu ber-
          sorak gembira. Dada Izmi sesak.

              Izmi tak langsung membuka rapornya. Dia menunggu
          seluruh siswa pulang. Dia sudah punya rencana, jika angka
          merah di rapornya ada empat atau lebih, yang berarti  dia
          tak naik kelas, dia akan langsung pulang, sampai di jembatan
          akan dilemparkan rapor itu ke Sungai Lenggang. Keesokan-

          nya dia takkan kembali ke sekolah.
              Izmi menyingkir ke bawah pohon bantan. Dilihatnya se-
          keliling, tak ada siapa-siapa, dibukanya rapor itu pelan-pelan,
          jantungnya berdebar. Matanya dengan cepat mendeteksi ang-
          ka merah dan dia terkejut. Memang ada angka merah, teta-
          pi hanya tiga, Matematika 3, Fisika 3, Kimia 3,5. Izmi naik
          kelas.
   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100