Page 121 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 121
―Emmm, Bu.‖ terimakasih sayang, akhirnya kau
mengawali.
―Iya, Jadi,‖ sebenarnya sudah aku susun semalam apa
yang pantas aku ungkapkan pada dirinya. Tapi lagi-lagi aku
tercekat. Kemana semuanya? dan sebenarnya kau mafhum
apa yang meski kita bicarakan disini. Di temapat ini.
―Tak usah dipaksakan, Bu.‖ lagi-lagi kau yang berhasil
mencairkan suasana. Dan lagi-lagi kau melemparku dengan
senyuman. Tapi kali ini bukanlah sebuah senyuman manja,
melainkan senyuman sinis.
―Apa yang membuatmu, akhirnya mau menemuiku, Bu?‖
duh, kenapa terasa seperti canggung seperti ini?
―Iya, Kak. Bagaimana kabarmu?‖ sial. Kenapa hanya itu
yang mampu aku ucapkan?
Kau melemparku dengan senyuman lagi. Membuatku
semakin kikuk. Aku akui, kau memang paling jago dalam
mencairkan suasana. Hujan di luar dan pendingingin ruangan
mungkin itulah penyebab utama lidahku kelu
―Sepertinya aku salah jalan, Bu‖ ungkapmu sebelum
akhirnya kami dipertemukan di sini, dan tentu akan
dipisahkan lagi karena keegoisanku. Dengan kebingungan yang
sekarat, dan udara dingin karena pasukan rintik benar-benar
menyergapmu. Kau merengek manja pada saat itu. Ibu mana
yang tidak akan tergerak hatinya bila anaknya merengek
manja ingin sekali bertemu?
―Awalnya saya tersesat sendiri, Bu. Sopir Bis yang aku
tumpangipun ditangkap polisi karena melakukan tindak
112
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

