Page 123 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 123

masih  ingat  kekatamu  di  telepon  seseaat  sebelum  kita
               bertemu.  Aku  tahu,  kau  memang  pemberani.  Kau  lalui
               perjalanan panjang ini sendiri. Dan kau sempat tersesat. Ya,
               tersesat. Ibu macam apa Aku ini hingga mau melihat anaknya
               hanya karena ia tersesat?.
                     ―Tunggu aku di Kafe Canarisla ya, Nak.‖ hanya itu yang

               mampu kuucapkan sebelum nada tut-tut tanda  pembicaraan
               kami telah putus.
                     Aku  menunggu.  Kau  masih  saja  sunyi.  Sepi.  Kafe  yang
               ramai justru membuatmu semakin jauh dari jangkauanku. Kau
               menatap kosong benda itu. Lalu, sepersekian detik kemudian
               air matamu berleleran. Sungguh itu sakit, Nak.
                     ―Maaf,    Bu.  Aku  tidak  bisa  berpura-pura  memberimu
               ucapan  selamat,  dan  aku  juga  tidak  bisa  memberikan  doa

               untuk  kebahagiannmu.‖  ucapmu  lirih.  Ada  getir  yang  amat
               dalam  pada  ceruk  matamu.  Tiba-tiba  saja  matamu  berubah
               menjadi  gelap.  Bahkan  lebih  gelap  tinimbang  malam  yang
               mendung.
                     ―Maafkan,  Nak.  Maafkan  Ibumu,‖  hanya  itu  yang

               mampu aku ucapkan.
                     ―Ayah, dan adik pasti sangat sedih, Bu. Benar kau tak
               mau menjadi kartiniku lagi? benar kau pun tak mau memiliki
               kartini macam aku?‖
                     Aku hanya diam. Lenggang. Lalu aku teringat kekatama
               dulu  sebelum    aku  meninggalkanmu.  Kekata  yang  kau  kira
               dapat menjadi magi agar bisa mengubah keputusanku




                                                         114

                        Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128