Page 118 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 118

PERGI
                                      ▪ Istiqbalul F. Asteja



                     Solo  basah.    Sisa-sisa  rintik  semakin  jarang  dengan
               menyisakan  dingin  basah.  Daun  serta  ranting,  atap  rumah,
               jalanan  yang  lenggang  pun  basah.  Bahkan,  baju  yang  Aku
               kenakan  juga  basah.  Semuanya  terasa  dingin  dan  basah.
               Sesaat Aku melihatmu yang masih  menunduk menekuri lantai

               di pojok Kafe Canarisla yang ramai. Aku menemukan senyum
               samarmu. Oh, sayang. Andai kau tau betapa berjuangnya aku
               menuju ke arahmu. Rintik sayup-sayup datang kembali, kakiku
               telanjang  berjalan  kearahmu.  Beberapa  kubangan  membuat
               langkahku sesekali berjingkat menghindari.
                     Aku  berniat  menyapamu  renyah.  Tapi  entah  mengapa,

               suaraku  tercekat  dan  terhalang  sesuatu  yang  tak  tahu  apa
               hingga membuatku gusar dan tak menimbulkan nada. Justru,
               yang  keluar  dari  pita  suaraku  hanya  sapaan  pelan.  Sangat
               pelan.  Hingga,  aku  sendiri  hampir  tak  dapat  mendengarnya.
               Aku     berusaha     meraihmu,     menggenggam       tanganmu,
               mencuimmu. Aku rindu gelak manjamu, mengobrolkan sesuatu
               dengan tingkah polahmu yang agak kemayu.
                     ―Kafe  selalu  menjadi  tempat  favoritku,‖  singkapmu

               dulu.



                                                         109

                        Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123