Page 113 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 113
untuk mengantar sekolah, mamanya tak pernah sempat.
Wanita yang dipanggil mama menoleh pada Kartini. Sedari
tadi ia menyadari betapa sangat susahnya menghadapi
seorang anak ketimbang semua urusan pendidikannnya di
masa remaja maupun urusan di kantor yang tak pernah
selesai.
―Kamu belum tidur?‖ tanyanya.
―Belum, Ma.‖
―Gimana hari-harimu? Apakah selalu menyenangkan?‖
tanyanya lagi tanpa arah. Tubuh Kartini yang sedari tadi
bergerak, kini kaku. Di hatinya tampak pergolakan.
―Mama peduli?‖ Tanya Kartini balik. Ia kini menatap
wajah mamanya yang lebih terlihat kuyu tanpa riasan make
up. Tiba-tiba saja mamanya merasa kasihan dengan Kartini,
selama ini dia memang tak pernah memperhatikan Kartini.
Tapi wanita itu selalu memikirkan Kartini. Untuk masa
depannya, untuk terjaminnya pendidikan yang tinggi, untuk
apapun yang diinginkan Kartini. Pun untuk siapalah pekerjaan
yang selama ini memusingkannya kalau bukan Kartini. Untuk
siapa juga dia hidup kalau bukan Kartini. Bahkan dari kecil dia
sudah terobsesi untuk maju karena Kartini. Dan kini anaknya
bernama Kartini. Wanita itu berpikir keras, barangkali ia
lebih mengenal kartini yang belum pernah ditemuinya
daripada yang keluar dari rahimnya. Ia memeluk Kartini erat.
―Mama?‖
―Mama peduli,‖ jawabnya singkat. Ia tidak tahu apa
yang dimaksudkan dengan ―peduli‖ nya.
104
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

