Page 116 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 116
bercerita tentang ibu mereka yang menceritakan dongeng
atau membuatkan menu favorit. Aku selalu menyembunyikan
mata ketika iri melihat teman-teman yang diantar ibunya.
Dari situlah aku takut berteman Ma, aku takut telah
berulang kali merasakan sakit karena tak pernah merasakan
hal yang sama. Apa mama tahu itu? Aku malu dengan wali
kelas yang lebih mengenal bibi daripada mama. Mama bukan
sosok yang baik yang perlu aku tiru. Aku menyayangimu,
sangat menyayangimu. Ma, tapi aku juga benci. Aku harus
bagaimana. Setiap waktu aku berharap mama bisa melihat
betapa anakmu ini sangat ingin dipeluk. Aku ingin mama
mengelus rambutku. Aku ingin bisa menyentuh wajah mama.
Atau mungkin mama tidak terlalu suka. Jadi aku hanya perlu
melakukannya dengan paksa kan ma? Kartini sangat mencintai
mama. Percayalah Ma, Kartini selalu kagum dengan sosok
mamaku ini. Tapi Kartini tidak ingin ada mama. Kartini tidak
ada jawaban untuk terus bersama mama.‖
Darah segar keluar dari perut mamanya. Kartini melihat
mamanya menangis. Tapi tak mengerti menangis karena apa.
Mereka telah terbiasa tidak mengungkapkannya.
―Kamu berhasil Kartini,‖ kata Kartini didepan cermin
tua itu. Darah mamanya telah membasahi lantai.
Wanita itu telah gagal menjadi ibu. Dia bukan
kebanggaan Kartini. Ia telah gagal memahami idolanya. Ia
salah memaknai kata emansipasi dari Raden Ajeng Kartini. Ia
telah gagal membentuk anaknya layaknya sang idola. Wanita
107
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

