Page 119 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 119

Kau  yang  mengajarkan  bagaimana  menyruput  kopi
               dengan  benar,  menikmati  pahitnya,  hingga  tiap  folosofi  di
               dalamnya.
                     ―Giliranmu,‖ katamu sambil mengoper kopi hitam pekat
               milikmu. Aku memandangi kopi itu sebentar. Ragu.
                     ―Enak,‖  sambungmu  berangkat  dari  senyum  manis  dan

               anggukan lembut.
                     Aku meraih kopimu lalu mengalirkannya hingga masuk ke
               tenggorokan. Aku tersendak.
                     ―Pahit,‖ ungkapku kecewa. Kemudian kau malah tertawa
               lepas  memperlihatkan  gigi-gigi  rapimu  dengan  aksen  lesung
               pipit  di  kiri  dan  kanan pipi.  Aku  terkesima,  rasa  pahit  yang
               tadi sempat membunuh lidahku, kini lenyap bagai asap.

                     ―Kau  lucu.  Kau  lucu,  Bu.‖  sambungmu  dengan  gelak
               manja.
                     Akhirnya,  sampailah  dan  masuk  ke  kafe  yang
               menyembunyikan  senyum  samarmu.  Aku  semakin  gusar.
               Apalagi mendapatimu masih saja tertunduk. Aku duduk tepat
               didepanmu.  Tapi,  kau  malah  membenamkan  kepalamu,

               melengos,  dan  tak  menatapku.  Oh  sayang,  harusnya  kita
               sama-sama  tahu.  Ada  rindu  yang  merengek  meminta  untuk
               dirayakan. Ada rindu yang meski pecah dengan gelakmu yang
               manja,  obrolan-obrolan  panjang  dan  juga  candaan  yang
               istimewa.
                     ―Sudah  menunggu  lama,  Kak.‖  sapaku  agak  canggung.
               Lalu  kau  mengangkat  kepalamu,  dan  yap  akhirnya  aku

               menemukan matamu.

                                                         110

                        Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU
   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124