Page 127 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 127
keluar dengan tangan keriputnya. Tangan yang setiap hari
mencuci pakaian milik orang-orang dusun seberang, maklum di
dusun Klengan tak ada yang membutuhkan jasanya. Bukan
karena mereka lebih menyukai mencuci menggunakan mesin
daripada jasa Emak, tetapi karena mereka tak mampu
membayar jasa wanita tua itu. Jangankan untuk membayar
jasa cuci baju, untuk makan sehari-hari pun mereka
mengandalkan hasil ladang yang tak menentu. Dengan
mencuci, Emak bisa membeli beras untuk anak
kesayangannya, anak satu-satunya, Tunjung. Tunjunglah yang
membuat Emak hidup tak sebatang kara. Tentu Emak sangat
terpukul dengan kepergian Tunjung. Hanya Tunjung yang
disayangi dan menyayanginya.
Sudah tiga hari Emak tidur sendirian di gubuk reyot
itu, di atas dipan yang sudah keropos dimakan rayap. Sudah
tiga hari pula Emak menangisi kepergian anak satu-satunya.
Emak terus menyebut-nyebut nama Tunjung sambil mendekap
erat sebuah surat. Surat yang ditinggalkan Tunjung sebelum
kematiannya. Emak hanya bisa memandangi sambil membolak
balik surat itu. Emak buta huruf. Emak paham betul tinggal ia
seorang yang buta huruf di dusun Klengan. Surat itu bukanlah
surat pertama yang ditulis Tunjung untuk Emak. Selama
Tunjung di ke Jakarta, ia kerap menulis surat untuk Emak
paling tidak sebulan sekali. Sati selalu membacakan surat
Tunjung kepada Emak, setelah itu barulah Emak bisa
bernapas lega sebab Emak sudah mengetahui kabar anak
tersayangnya. Tapi kali ini Emak sangat kebingungan, pastilah
118
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

