Page 36 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 36
terlewati dengan cepat. Ia bergegas untuk melakukan
persiapan sebelum acara dimulai.
―Baik teman-teman, sebelum kita menjalankan tugas,
marilah kita berdoa sesuai dengan agama masing-masing.‖
―Mun…Makmun…,‖ dengan terengah-engah membawa
sesuatu untuk Makmun
―Ada apa Jat?‖
―Ada surat dari ibumu.‖
―Ibu mengirim surat? Jarang sekali beliau mengirim
surat!‖ ia sedikit berpikir.
***
Desa Simpang Pertanian hari ini diselimuti awan.
Gerimis kecil perlahan membasahi tanah dan segala
kehidupan yang ada di atasnya. Tak terkecuali kebun kopi Bu
Bariah yang mulai nampak ranum. Sebagian petani kopi tidak
mau ke kebun karena angin dengan tajamnya membasuh
permukaan kulit. Namun, lain halnya dengan Bu Bariah. Ia
begitu bersemangat pergi ke kebun dengan ginjar di
gendongan. Bukan tanpa alasan Bu Bariah memiliki semangat
semacam ini. Ia harus berpikir keras untuk bisa menghidupi
kedua anaknya seorang diri. Suaminya telah meninggal
beberapa tahun silam dengan meninggalkan setumpuk utang.
Satu-satunya yang bisa ia kerjakan adalah mengurusi kebun
kopi yang masih tersisa.
Azizah berjalan mengikuti langkah ibunya menuju
kebun kopi. Si bungsu memang selalu menemani Bu Bariah ke
27
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

