Page 104 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 104
96 | Islamic Theology
Kemudian dalam bahasa Arab jika dikatakan: “ ٪خطل ذ٨خض
يبع”, maka artinya adalah; “Saya tertawa [membuka mulut dan
menyeringaikan gigi karena senang] karena Allah telah
memperlihatkan bagiku tanda-tanda keridlaan dan karunia-Nya”,
[bukan bermakna: “Saya tertawa karena tertawanya Tuhanku”].
Ada hadits mawqûf berbunyi:
ْ ُ ُ
ُ
َ
ه ؾا غ َ يأو ه جاى َ َ ث ل ه ض ب ى ٪ خ ت َ َ ّ َ َ ْ خ ِ ض ) ل ُ٢(
[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil,
mengatakan: “(Allah) tertawa hingga nampak gusi-Nya
dan gigi-gigi geraham-Nya”].
Hadits ini disebutkan oleh al-Khallal dalam kitab as-Sunnah. Ar-Rauzi
berkata: “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah (Ahmad bin
Hanbal); “Apa pendapatmu tentang hadits ini?”, beliau menjawab:
“Itu adalah dalam pengertian bahwa Allah memberikan pertolongan
dan karunia-Nya”.
Kemudian Abu Abdillah juga berkata: “Seandainya itu riwayat
yang benar maka maknanya memiliki dua pemahaman:
Pertama: Bahwa kata “ثاىهللا” dan kata “ؽاغيبمأ” [yang
secara literal bermakna gigi geraham dan gusi] kembali kepada
Rasulullah, [Artinya, penyebutan kata tersebut yang dimaksud adalah
kembali kepada Rasulullah, bukan kepada Allah]. Dengan demikian
makna hadits tersebut ialah: “Ketika Allah menampakan tanda-tanda
nikmat dan karunia-Nya maka Rasulullah sangat senang; tersenyum
hingga terlihat barisan gigi geraham dan gusi-gusinya”. Inilah
pemahaman yang benar; seandainya hadits tersebut sebagai hadits
sahih.
Ke dua: Penyebutan ungkapan tersebut adalah untuk
memberikan pemahaman bahwa karunia Allah, nikmat-Nya dan
rahmat-Nya sangat luas tidak terhingga [dalam istilah ilmu bahasa