Page 131 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 131
Islamic Theology | 123
[Hadits ini palsu (maudlû) tidak boleh dijadikan dalil,
menyesatkan, makna literalnya mengatakan: “Ketika
aku di-isra„ -kan aku berjalan bersama Jibril hingga
sampai kepada sebuah batu besar, ia (Jibril) berkata:
“Wahai Muhammad dari sini inilah Tuhanmu naik ke
langit”].
Hadits ini diriwayatkan oleh Bakr bin Ziyad; seorang yang banyak
membuat hadits palsu yang ia sandarkan kepada para perawi
terpercaya (tsiqât) .
Jika ada yang berkata: “Diriwayatkan dari sahabat Abdullah
ibn Abbas bahwa beliau memaknai firman Allah: “ يىخؾا مز” dalam
makna “ضٗن” [secara hafiah bermakna “naik”]. Kita jawab: “Yang
dimaksud adalah “هغمأ ضٗن” [artinya yang naik dalam hal ini adalah
urusan Allah; yaitu bahwa setelah Allah menciptakan bumi kemudian
Allah menciptakan langit, bukan artinya Dzat Allah turun naik],
karena Allah tidak boleh disifati dengan gerak dan pindah”.
Ketahuilah bahwa dalam menyikapi teks-teks tentang sifat-
sifat Allah ada tiga tingkatan manusia:
Pertama: Menerima teks-teks tersebut sebagaimana
datangnya tanpa memahami itu semua dalam makna-makna
zahirnya, tanpa menafsirkannya, dan tanpa mentakwilnya, kecuali
dalam keadaan darurat; seperti pada firman-Nya: “٪بع ءاحو”; mereka
mentakwilnya bahwa yang dimaksud adalah datangnya urusan Allah.
Metodologi ini umumnya diberlakukan oleh para ulama Salaf.
Ke dua: Memberlakukan takwil terhadap teks-teks tersebut
[artinya tidak memahami zahir teks-teks tersebut, tetapi
memalingkannya kepada makna lain yang masih dalam kandungan
makna teks-teks tersebut secara bahasa, dan makna yang sesuai bagi
keagungan Allah]. Tingkatan ke dua ini cukup sulit [oleh karenanya