Page 132 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 132
124 | Islamic Theology
tidak setiap orang berhak untuk melakukan takwil, tetapi harus di
tangan ahlinya].
Ke tiga: Pendapat yang memberlakukan teks-teks tersebut
dalam makna indrawi (fisik). Metodologi ke tiga ini menyebar di
kalangan orang-orang yang pekerjaannya hanya mengutip teks-teks
saja; mereka adalah orang-orang yang tidak memahami perkara-
perkara yang boleh bagi Allah (al-Jâ„izât) dan yang mutahil bagi-Nya
(al-Mustahîlât), [artinya mereka tidak mengetahui hukum-hukum
akal]. Sesungguhnya, mereka yang paham hukum akal tidak akan
memahami teks-teks mutasyâbihât dalam makna zahirnya; mereka
akan memalingkan segala keserupaan dari Allah. Sementara mereka
yang tidak paham hukum-hukum akal akan memberlakukan teks-
teks mutasyâbihât tersebut dalam makna zahirnya; mereka
memahaminya secara indrawi dan sifat-sifat kebendaan.
Pemahaman indrawi inilah yang diyakini oleh Abu Ya„la al-
, oleh karenanya ia berkata: “Dalam dasar akidah kita; tidak
Mujassim
terlarang untuk memahami riwayat “ةأَو” ini dalam makna zahirnya,
dan sesungguhnya itu adalah merupakan sifat Dzat-Nya”.
Perkataan Abu Ya„la ini jelas menyebutkan bahwa teks-teks
mutasyâbihât dipahami oleh mereka dalam makna indrawi, itulah
dasar akidah mereka (kaum Musyabbihah). Seandainya saja mereka
paham bahwa Allah tidak disifati dengan gerak, pindah, dan berubah;
tentunya mereka tidak akan memahai teks-teks mutasyâbihât
tersebut dalam makna indrawi. Yang sangat mengherankan dari Abu
Ya„la ini; dia memahami teks-teks tersebut dalam makna indrawi, lalu
ia berkata bahwa itu semua bukan dalam makna pindah dan
bergerak. Ini aneh, sungguh aneh, sama saja dia membatalkan apa
yang telah dikatakannya sendiri.
Di antara kesesatan kaum Musyabbihah yang paling aneh
dari yang pernah aku lihat adalah sebuah riwayat yang mereka
sebutkan dari Ibnu Abi Syaibah bahwa ia berkata dalam Kitâb al-