Page 129 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 129

Islamic Theology  | 121

                 [Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil karena
                 menyesatkan,  mengatakan:  “Sesungguhnya  akhir
                 pijakan yang dipijak oleh Allah adalah di Wujj”].

                  Wujj  adalah  suatu  daerah  di  wilayah  Tha„if.  Wujj  adalah
           daerah  terakhir  yang  penduduk  dari  orang-orang  musyrik  di
           dalamnya telah mendapatkan siksa dari Allah karena doa Rasulullah.

                  Senada  dengan  riwayat  di  atas  sabda  Rasulullah  lainnya
           berbunyi:
                                           ُ َ
                                                         ْ ُ ْ َ َ َ َ
                                       غ      ً   م ى َ  ْ َ    ض   ص     و   َ   أ   ج   ٪     ٖ   ل    قا  ُ ّ    للا   ه   م    ّ   )لُ٢(
                 [Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil karena
                 menyesatkan,  mengatakan:  “Ya  Allah  kuatkanlah
                 pijakan-Mu di atas kabilah Mudlar”].
           Mereka [kaum Mujassimah] memahami makna “ةأَو” dalam riwayat
           di  atas  dalam  makna  zahirnya  [yang  berarti  pijakan  kaki];  mereka
           mengatakan “ةأَو” diambil dari “مض٢” [telapak kaki]. Pendapat sesat
           ini juga merupakan pemahaman Ibn Qutaybah.
                  Sementara al-Qâdlî Abu  Ya„la al-Mujassim berkata: “Dalam


           dasar akidah kita tidak terlarang untuk memahami riwayat “ةأَو” ini
           dalam  makna  zahirnya,  dan  sesungguhnya  itu  adalah  merupakan
           sifat Dzat-Nya bukan sifat fi„il -Nya, karena itu pula kita memahami
           kata “  ٫زجً”, “عاىلا يف همض٢ ًً٘” [dan riwayat-riwayat semacamnya]
           dalam makna sifat Dzat-Nya”.

                  Apa yang diungkapkan oleh Abu Ya„la ini adalah bukti nyata
           bahwa  dasar  keyakinan  dia  dan  kelompoknya  telah  menetapkan
           bahwa Allah sebagai benda [mereka menjadikan Allah sebagai tubuh
           yang memiliki anggota-anggota badan], menjadikan-Nya berpindah-
           pindah  dan  bergerak.  Abu  Ya„la  ini  di  samping  berakidah  tasybîh;
           perkataannya  itu  juga  menunjukan  bahwa  dia  seorang  yang  tidak
           mengerti penggunaan bahasa, tidak mengetahui sejarah, dan tidak
           memiliki argumen-argumen logis.
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134