Page 128 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 128
120 | Islamic Theology
[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil,
mengatakan: “Sudahlah, hendaklah kalian mengerjakan
semampu kalian, demi Allah; Dia (Allah) tidak akan
bosan hingga kalian merasa bosan”.
Dalam riwayat lain dengan mempergunakan kata “ ىلاٗح الله مأؿٌ لا
اىمأؿح ىتخ”. Makna literal kedua redaksi ini seakan mengatakan
bahwa Allah memiliki rasa bosan]
Pada ulama berkata: “Pengertian ungkapan: “ ىلاٗح الله لمً لا
مخللم نئو” seperti pemahaman makna sebuah sya„ir berbunyi:
ّ
ّ
ُ ّ
ّ ّ َ
ْ َ َ ّ َ ُْ
اىلمً ىتخ غكلا لمً لا * ١غسً لًظه ينم ذُلن
Pengertian bait sya„ir ini bahwa ia (penulis sya„ir tersebut) tidak akan
meninggalan kaumnya (yaitu Hudzail) sekalipun mereka (kaumnya)
telah meninggalkannya, dan bahwa keburukan akan senantiasa
mereka perbuat; hingga dari mereka sendiri timbul keinginan untuk
meninggalkannya.
Para ahli bahasa berkata: “ه٦غج ءى ش ًم لم ًم” [“Seorang
yang telah merasa bosan terhadap sesuatu”; artinya orang tersebut
telah meninggalkan sesuatu tersebut. Artinya, secara bahasa kata
ّ
“ لم” artinya “٥غج”; (meninggalkan)]. Dengan demikian makna hadits
di atas adalah: “Allah tidak akan meninggalkan (menghentikan)
pahala bagi seseorang selama orang tersebut terus melakukan
kebaikan”. Adapun “للتهإا” dalam pengertian merasa benci, merasa
berat, keadaan jiwa yang merasa tidak senang, merasa bosan; maka
makna ini semua mustahil bagi Allah, karena makna demikian itu
menunjukan kebaharuan dan perubahan, dan Allah mustahil
demikian.
Hadits Ke Tiga Puluh Satu
Khawlah binti Hakim meriwayatkan dari Rasulullah,
bersabda:
َ
ّ
َ
ّ ْ
ج ى ب ًم خ غلا ا هأ َو ْ غ و َ ٍ تئ َ َ زاء نئ )لُ٢(
ِ
ِ