Page 41 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 41

Islamic Theology  | 33

                  pernyataan seorang Tabi„în). Hanya dengan bahwa semua itu
                  diriwayatkan  dalam  sebuah  hadits  lalu  secara  langsung
                  mereka menetapkan sifat-sifat bagi Allah; tidak peduli baik itu
                                           .
                  hadits marfû„  atau mawqûf
               6.  Dalam  memahami  sifat-sifat  Allah,  terhadap  beberapa  teks
                  mereka melakukan takwil sementara terhadap beberapa teks
                  lainnya mereka tidak memakai takwil [Artinya pemahaman
                  mereka hanya didasarkan kepada hawa nafsu belaka]. Seperti
                  dalam sebuah hadits:
                                                       َ ُ ُ َ َ  َ ْ  َ ْ َ
                                              تل      وغ    خِ   ه     ه    جأ ي    ص ِ    م   ً ي ِ    م   ً     جأ   وا
                     [Makna  literal  hadits  ini  tidak  boleh  kita  ambil,
                     mengatakan: “Siapa mendatangi-Ku dengan berjalan
                     maka Aku (Allah) akan mendatanginya dengan lari
                     kecil”. Makna zahirnya seakan Allah berlari].
                  Mereka  memahami  hadits  ini  dengan  takwil.  Mereka  tidak
                  memahaminya  dalam  makna  zahirnya.  Mereka  berkata:
                  “Kandungan hadits ini adalah untuk mengungkapkan karunia
                  dan nikmat yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya”.

               7.  Mereka  memahami  kandungan  hadits-hadits  mutasyâbihât
                  dalam makna indrawi. Ini nyata dan sangat jelas ada dalam
                  ungkapan-ungkapan  mereka,  seperti  kata:  “Yanzil  bi  dzâtih
                  “هجاظب  ٫زجً”,  Yantaqil  “ل٣خيً”,  Yatahawwal  “  ٫ىدخً”.  [Ini
                  ungkapan-ungkapan sesat, karena itu semua hanya berlaku
                  untuk  sifat-sifat  benda.  Dalam  pemahaman  mereka;  yanzil
                  bidzâtih artinya;  “Allah  turun  dengan  Dzat-Nya”,  yantaqil


                  artinya;  “Allah  pindah”,  dan  yatahawwal artinya;  “Allah

                  berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain”]. Lalu
                  mereka berkata: “Lâ kamâ na„qil ل٣ٗو ام٦ لا”; artinya: “Itu
                                                 ”
                  semua tidak seperti yang kita bayangkan dalam akal pikiran
                  kita”.  Kata-kata  terakhir  inilah  yang  banyak  mengelabui
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46