Page 44 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 44
36 | Islamic Theology
ini maka berarti mereka mengartikan ayat di atas dengan: “Segala
sesuatu akan punah; termasuk Dzat Allah, dan yang kekal hanyalah
.
muka-Nya saja”. Na„ûdzu billâh
Sementara Ibnu Hamid berkata: “Kita menetapkan adanya
muka bagi Allah, tetapi kita tidak menetapkan kepala bagi-Nya”.
Aku (Ibnul Jawzi) katakan: “Ucapan Ibnu Hamid ini benar-
benar telah menjadikan badanku merinding. Sangat jelas apa yang
diungkapkannya ini merupakan akidah tasybîh yang menyesatkan.
Dengan ungkapannya semacam ini nyatalah bahwa ia telah
menetapkan bagian-bagian dan anggota-anggota badan bagi Allah
walaupun ia tidak menetapkan kepala bagi-Nya”.
Ke Dua:
Firman Allah:
َ ْ َ
ُ ْ َ
َ
َ ْ
) 84 :صىه َ ِ ْ ُ ل ٪ أب ٖ ُ ي ى ( ا ٟلا ٘ ى نا و ،) 86 :هَ ( ي ِ ُ ن ٖ ى ل َ ٖ ٘ ِ و ل خ ه ى َ ُ ْ َ
ُ
ْ َ
َ
َ ّ َ
َ ْ
ْ ُ
) 15 :عىُلا( ا يُ ى ٖأب ٪ ها ٞ ،) 41 :غم٣لا( ا ُ ىي ٖأب ي ِ ج غ ج /
[Ayat-ayat ini tidak boleh dipahami dalam makna
zahirnya yang mengatakan seakan Allah memiliki
anggota badan; mata. Makna zahirnya ayat-ayat ini
seakan mengatakan bahwa Allah memiliki satu mata,
dua mata, dan banyak mata].
Semua yang dimaksud dari ayat-ayat semacam ini [artinya
penyandaran kata “„Ain”
“نحٖ” kepada Allah; bukan dalam pengertian
bahwa Allah memiliki anggota mata] tetapi dalam pengertian bahwa
perkara tersebut “dilihat oleh Allah” [artinya dipelihara dan dijaga
oleh-Nya]”. Adapun dalam beberapa ayat diungkapkan dalam bentuk
jamak; “Kami” [seperti pada kata “اىيُٖأب”] adalah karena dalam
bahasa Arab penggunaan ungkapan semacam ini biasa dipakai,
misalkan seorang raja berkata: “اىُهنو اهغمأ”; “Perintah kami dan
larangan kami”, [Di antara tujuan ungkapan jamak; “kami” semacam
ini adalah untuk menunjukkan keagungan dan kemuliaan].