Page 46 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 46

38 | Islamic Theology

                 ini  seakan  mengatakan  bahwa  Allah  memiliki  satu
                 tangan,  dua  tangan,  dan  atau  tangan  yang  sangat
                 banyak].

                  Kata al-yad “ضُلا” dalam bahasa Arab memiliki makna yang

           sangat  banyak,  di  antaranya  dalam  makna  an-Ni„mah  wa  al-Ihsân
           “ناؿخةنؤو تمٗىلا”, artinya; “Karunia (nikmat) dan kebaikan”. Adapun
           makna perkataan orang-orang Yahudi dalam firman Allah: Yadullâh

           Maghlûlah “تلىلٛم الله ضً” adalah dalam makna Mahbûsah „An an-
                    “ت٣ٟىلا ًٖ تؾىبدم”, artinya menurut orang-orang Yahudi
           Nafaqah
           Allah tidak memberikan karunia dan nikmat, [bukan arti ayat tersebut
           bahwa Allah memiliki tangan yang terbelenggu].
                                             dalam pengertian “al-Quwwah”,
                  Makna lainnya, kata al-yad
           “ةى٣لا” ; artinya “Kekuatan atau kekuasaan”. Orang-orang Arab biasa
           berkata: “Lahû Bi Hadzâ al-Amr Yad”
                                             , “ضً غمبمأ اظهب هل”, artinya: “Orang
           itu memiliki kekuatan (kekuasaan) dalam urusan ini”. Firman Allah:
           “ناخَىؿبم  هاضً  لب”;  yang  dimaksud  adalah  dalam  pengertian
           tersebut.  Artinya  bahwa  nikmat  dan  kekuasaan  Allah  sangat  luas
           [bukan artinya bahwa Allah memiliki dua tangan yang sangat lebar].
                  Demikian pula firman Allah tentang penciptaan Nabi Adam:
           “يضُب  ذ٣لز اتهإ”;  juga  dalam  pengertian  bahwa  Allah  menciptakan
           Nabi  Adam  dengan  kekuasaan-Nya  dan  dengan  karunia  dari-Nya.
           Kemudian  pula  diriwayatkan  dari  al-Imâm al-Hasan  dalam  tafsir

           firman Allah: “مهيضًأ ١ىٞ الله ضً”; beliau berkata: “Kata “ضً” di sini
           yang dimaksud adalah karunia dan nikmat Allah”. Inilah penafsiran-
           panafsiran dari para ulama Ahli Tahqîq.

                  Sementara al-Qâdlî  Abu Ya„la berkata: “ناضُلا adalah bagian
           dari  sifat  Dzat  Allah”.  [Artinya  ia  menetapkan  bahwa  Dzat  Allah
           memiliki  anggota-anggota  badan  yang  memiliki  bagian-bagian].
           Na„ûdzu billâh.
                  Apa yang diungkapkan oleh Abu Ya„la ini adalah pendapat
           sesat yang sama sekali tidak memiliki argumen dan hanya didasarkan
           kepada hawa nafsu belaka. Dalam alasannya yang sangat lemah dia
           berkata: “Sendainya Nabi Adam tidak memiliki keistimewaan tentu
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51