Page 79 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 79
Islamic Theology | 71
َ َ ْ َ ّ َ َ َ َ ْ َ َ َ ّ َ َ ْ ُ َ ْ َ
ب ح ن م ا ل ي ِ خ ج ل ى ٞ ،ي ِ ض ع ن ما ل ه ف ي ِ ِ ِ ِ ب غ ص هأ ث ح ض و ت ى خ ِ ِ ٦ خ ٟ ي
ّ َ
ى عبمأ َ ْ م ِ ءا و ؿلا
[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil,
mengatakan seperti pemahaman yang senada dengan
riwayat sebelumnya di atas; seakan Allah sebagai
bentuk, memiliki telapak tangan yang sejuk, jari-jemari,
dan bersentuhan]
Semua hadits ini berbeda satu dengan lainnya (Mukhtalifah)
[dengan demikian hadits dengan kualitas semacam ini tidak dapat
dijadikan dalil, terlebih dalam masalah akidah; karena masuk
kategori Dla„îf ]. Pemahaman redaksinya menunjukan bahwa
peristiwa tersebut terjadi dalam mimpi, dan mimpi itu adalah
prasangka (al-Wahm) dan prasangka itu bukan hakekat. Dalam
,
mimpi seseorang dapat melihat dirinya terbang, dapat melihat
dirinya menjadi seekor binatang. Benar, dimungkinkan bagi sebagian
orang dapat melihat Allah dalam tidur mereka, namun tidak
dibenarkan jika kemudian apa yang ia lihatnya dari benda, bentuk,
sinar, tubuh dan lainnya sebagai Allah.
Dan seandainya jika kita mengatakan bahwa hadits tersebut
terjadi dalam keadaan terjaga; bukan dalam mimpi; maka makna
“shûrah” jika yang dimaksud adalah Allah tentu dalam makna
“shifat” artinya bahwa Allah yang maha sempurna dan maha luas
;
rahmat-Nya. Dan jika yang dimaksud dari “shûrah” adalah Rasulullah
maka artinya bahwa beliau; Nabi Muhammad dalam keadaan yang
keadaan yang sangat sempurna.
meriwayatkan hadits
Sementara itu Ibnu Hamid al-Mujassim
palsu, mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
“Ketika di-isra„ -kan aku melihat Allah dalam bentuk seorang anak
muda yang tidak berjanggut, bersinar yang gemerlap. Aku meminta
kepada-Nya agar Dia memuliakanku dengan dapat melihat kepada-