Page 74 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 74
66 | Islamic Theology
dua mempertanyakan maksud dan tujuannya. Kelompok ke dua ini
pada redaksi
mempermasalahkan kata ganti (Dlamîr); yaitu huruf Hâ„
tersebut? Dalam hal ini ada tiga
“هجعىن”, kembali ke manakah dlamîr
pendapat:
1. Kata ganti tersebut kembali kepada manusia yang ada dalam
konteks hadits tersebut. Karena konteks hadits ini menceritakan
bahwa suatu ketika Rasulullah lewat di hadapan seorang yang
tengah memukul wajah temannya. Orang yang memukul
tersebut berkata kepada orang yang dipukul: “Semoga Allah
menjadikan buruk terhadap wajahmu dan wajah-wajah orang
yang menyerupai wajahmu”. Kemudian Rasulullah bersabda:
“Jika seorang dari kalian memukul saudaranya maka hindarilah
untuk memukul wajah karena sesungguhnya Allah telah
menciptakan Nabi Adam seperti bentuk saudaranya itu”.
Dalam hadits ini disebutkan Nabi Adam secara khusus adalah
karena beliau manusia pertama dengan bentuk wajah (dan fisik)
yang kemudian “diwarisi” turun-temurun oleh semua orang
sesudahnya. Dalam hadits ini Rasulullah seakan berkata: “Engkau
telah menghinakan wajah Nabi Adam padahal engkau berasal
dari keturunannya”. Dengan demikian ungkapan Rasulullah ini
sebagai peringatan yang sangat kuat dan mendalam.
Kesimpulannya, dalam pendapat pertama ini, kata ganti
(dlamîr) dalam redaksi hadits di atas kembali kepada orang yang
berada dalam konteks hadits tersebut. Tentu pemahaman yang
sangat buruk jika dipahami bahwa dlamîr dalam hadits di atas
kembali kepada Allah [seperti pemahaman kaum Musyabbihah
yang menyimpulkannya bahwa Allah memiliki bentuk], karena
dalam konteks hadits tersebut bahwa orang yang memukul
berkata: “Semoga Allah menjadikan buruk terhadap wajahmu
dan wajah-wajah orang yang menyerupai wajahmu”. Dengan
demikian jika dipahami bahwa dlamîr dalam hadits tersebut