Page 76 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 76

68 | Islamic Theology
                                                             ْ َ    ئا   ٟ   ح   ن    ِ ِ  ّ  ِ ِ  ِ  َ      و   َ   ه   غ     ب   ُ   ت   ي     ل   ُل  َ ّ ْ َ ْ َ


               Pengertian “يتُب” [yang secara literal bermakna “rumah-Ku”; yang
               dimaksud ka„bah] dalam ayat ini bukan artinya Allah berada di
               dalam  ka„bah,  tetapi  dalam  pengertian  bahwa  rumah  tersebut
               (Ka„bah)  adalah  rumah  yang  dimuliakan  oleh  Allah  (Bait
               Musyarraf Alâ Allâh)
                                  .  Kedua; Penyandaran tersebut untuk tujuan
               mengungkapkan  bahwa  Allah  yang  menciptakan  bentuk  Nabi
               Adam yang bentuk tersebut tidak pernah ada sebelumnya.
                  Pemahaman  ke  dua:  Bahwa  makna  “ةعىهلا”  dalam  hadits
               tersebut  dalam  pengertian  “تٟهلا”  (sifat).  Dalam  bahasa  Arab
               jika  dikatakan:  “غمبمأ  اظه  ةعىن  اظه”  maka  maknanya  adalah
               “غمبمأ تٟن” [arti perkataan tersebut; “Ini adalah gambaran (sifat)
               dari masalah itu”]. Dalam pemahaman ini maka makna hadits di
               atas adalah bahwa Allah telah menciptakan Nabi Adam dengan
               sifat-sifat  sebagaimana  Allah  memiliki  sifat-sifat  [artinya;
               kesamaan dari segi lafazhnya saja]. Seperti; sifat hidup (al-Hayât),
               berilmu (al-‘Ilm), memiliki kemampuan (al-Qudrah) , mendengar
               (as-Sama„),  melihat  (al-Bashar),  dan  berkehandak  (al-Irâdah).
               [Artinya;  sifat-sifat  ini  serupa  dengan  sifat-sifat  Allah  dari  segi
               lafazh-nya saja, tentu dari segi makna berbeda, ini yang disebut
                                                       ].
               dengan  Ittifâq  Bi  al-Lafzh  Dûna  al-Ma„nâ Dengan  sifat-sifat
               inilah  Allah  menjadikan  Nabi  Adam  memiliki  keistimewaan
               dibanding makhluk lainnya, bahkan diistimewakan di atas para
               Malaikat  sehingga  Allah  memerintahkan  mereka  untuk  sujud
               hormat  [bukan  sujud  ibadah]  kepadanya.  Dengan  demikian
               pemahaman kata “shûrah  ” di sini secara maknawi, bukan dalam
               pengertian fisik yang berarti bentuk, susunan, dan benda.

                  Sementara  itu  Abu  Muhammad  ibn  Qutaybah  memahami
               hadits  ini  dengan  pemahaman  yang  sangat  buruk,  ia  berkata:
               “Allah memiliki bentuk. Bentuk-Nya tidak seperti segala bentuk.
               Dan Allah menciptakan Nabi Adam seperti bentuk-Nya tersebut”.
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81