Page 75 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 75

Islamic Theology  | 67

               kembali  kepada  Allah  maka  berarti  dalam  pemahaman  yang
               rusak  ini  Allah  berwajah  jelek,  [di  samping  kesesatannya
               menetapkan adanya anggota wajah bagi Allah].

                  Adapun redaksi al-Imâm
                                          Muslim tentang riwayat ini adalah;
               Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
                                                    ْ
                                                                          َ َ َ
                                                   َ ْ َ َ ّ
                     ُ ْ َ
                                         َ َ َ َ َ َ
                  ِ    ى   ع   ج ه      ن ىل َ    ٤ل     ء صا م     ٖ    ز ى  َ      ح   ٗ   لا    الله    نا      ح   ه     ٞ    ىل   ا بي  َ ْ َ  َ ْ  ْ    ض   ٦   م     ٞ   ل   ُ   ج   خ  َ َ ُ ُ    جا   ل     خأ    ٢ ا   طئ

           2.  Bahwa  dlamîr  “Hâ” pada  kata  “هجعىن”  untuk  mengungkapkan
               dua  nama  yang  nyata  sebagai  makhluk  yang  memiliki  bentuk
               (shûrah) . Oleh karenanya tidak benar jika dimaksudkan dengan
               dlamîr
                      tersebut adalah Allah, karena telah tetap dalil bahwa Allah
               bukan  benda  yang  memiliki  bentuk  dan  ukuran.  Dengan
               demikian yang dimaksud “ةعىن” dalam hadits tersebut adalah
               kembali kepada Nabi Adam. Maka makna hadits tersebut adalah:
               “Sesungguhnya  Allah  telah  menciptakan  Nabi  Adam  di  atas
               bentuk  (shûrah) sempurna  seperti  apa  yang  telah  dikehendaki

               oleh-Nya pada diri Nabi Adam tersebut, tidak melalui proses; dari
               air  mani,  lalu  segumpal  darah  (‘Alaqah) dan  lalu  segumpal
                                                       ,
               daging  (Mudlghah),  artinya  penciptaannya  itu  bukan  lewat
               proses  seperti  pada  penciptaan  anak  cucunya”.  Pendapat  ini
               dinyatakan  oleh  al-Imâm Sulaiman  al-Khathabi,  juga  telah

               disebutkan oleh al-Imâm  Tsa„labah dalam kitab al-Amâlî .

           3.  Bahwa  dlamir  “Hâ” pada  kata  “هجعىن”  kembali  kepada  Allah.

               Dalam makna ini terdapat dua pemahaman berikut;
                  Pemahaman  pertama:  Dalam  pengertian  kepemilikan.

               Artinya  bahwa  bentuk  (shûrah) Nabi  Adam  tersebut  adalah
               ciptaan  dan  milik  Allah  [sebagaimana  seluruh  alam  ini  adalah
               ciptaan Allah dan milik-Nya]. Dalam makna ini penyandaran kata
               shûrah kepada  dlamîr “Ha” (Allah)  mengandung  dua  makna.



               Pertama;  Penyandaran  untuk  tujuan  memuliakan  (Idlâfah  at-
                      . Contoh seperti ini dalam firman Allah:
               Tasyrîf)
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80