Page 95 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 95
Islamic Theology | 87
Aku (Ibnul Jawzi) berkata: “Pernyataan al-Hasan dalam
riwayat di atas memberikan isyarat yang sangat jelas bahwa
pendapat demikian [artinya, perkataan bahwa posisi terlentang dan
atau duduk yang tidak dibolehkan] adalah perkataan orang-orang
Yahudi. Karena sesungguhnya telah ada riwayat sahih menyebutkan
bahwa Rasulullah, sahabat Abu Bakar, dan sahabat Umar
merebahkan diri dengan posisi kaki yang satu diletakan di atas kaki
lainnya. Hanya saja hal itu menjadi makruh hukumnya bagi orang
yang tidak memakai celana [karena dikhawatirkan akan terbuka
auratnya], Allâh A„lam ”.
Hadits Ke Sepuluh
Al-Qâdlî Abu Ya„la meriwayatkan dari Hassan bin Athiyyah
bahwa ada seorang musyrik mencaci-maki Rasulullah, kemudian ia
didatangi seorang muslim; lalu keduanya berkelahi dan kemudian
orang muslim tersebut membunuhnya. [Ketika Rasulullah
mengetahui peristiwa ini], beliau bersabda:
َ َ
َ
ْ
َ ُ
َ
َ
َ
َ
ٗ لا ى َ ح الله ي٣ ل لى ه َ َ ؾ عو لا ى َ ٗح الله غ هه ًم نى َ ع ج ب ْ َ ُ ح ا م )لُ٢(
َ
ه ُ ل ض ٢ ٗ ِ م خ ٨ ئ و ا ُ ّ ً َ َ
[Hadits ini tidak benar, makna literal riwayat ini tidak
boleh kita ambil, mengatakan: “Janganlah kalian merasa
heran, siapa yang yang membela Allah dan rasul-Nya
maka ia akan menemui Allah yang dalam keadaan
bersandar, lalu orang tersebut duduk bagi-Nya”].
Aku (Ibnul Jawzi) berkata: “Ini adalah hadits maqhtu„ yang
jauh dari kebenaran. Dan kalaupun benar maka makna yang
dimaksud adalah bahwa Allah menerima, memberi karunia dan
memuliakan orang yang membela Rasulullah tersebut [bukan dalam
makna literalnya]”.