Page 205 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 205
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 203
maka Dia melarangku”, hadits ini telah diriwayatkan dalam Shahih
Muslim. Hadits ini dipahami tengan takwil, yaitu bahwa Allah
melarang Rasulullah untuk memohonkan ampunan baginya supaya
tidak rancu atas sabagian orang yang ayah ibu mereka mati dalam
keadaan menyembah berhala sehingga mereka mengikuti Rasulullah
ber-istighfar bagi orang tua-orang tua mereka yang musyrik tersebut.
Pemahaman hadits ini bukan untuk menetapkan bahwa ibunda
Rasulullah sebagai seorang yang kafir. Dengan demikian ini adalah
bantahan terhadap mereka yang mengambil makna zahir hadits di
atas sehingga mereka berkesimpulan bahwa ibunda Rasulullah
seorang yang kafir, hanya karena Rasulullah dilarang ber-istighfar
baginya (Na’udzu billah). Dalil bahwa ibunda Rasulullah seorang
mukmin adalah bahwa saat melahirkan Rasulullah beliau cahaya
benderang yang meneranginya sehingga beliau dapat melihat istana-
istana di wilayah Syam (wilayah Siria, Palestian, Lebanon, Yordania),
padahal jarak antara Mekah dan Syam sangatlah jauh. Ibunda
Rasulullah melihat istana-istana kota Bushra; salah satu kota tua di
wilayah Syam, ia termasuk tanah Hawran, wilayah setelah Yordania.
Dengan cahaya tersebut ibunda Rasulullah dapat melihat Istana-
istana Bushra saat beliau melahirkan Rasulullah. Peristiwa ini
disebutkan dalam hadits tsabit, diriwayatkan oleh al-Hafizh Ibnu
Hajar dalam al-Amaliyy dan dinilainya hasan. Sayyidah Aminah,
ibunda Rasulullah melihat istana-istana Bushra adalah karamah
baginya, karena ini adalah kejadian di luar kebiasaan. [dan karamah
hanya diberikan kepada orang mukmin saleh].
Imam Muslim setelah selesai menuliskan kitabnya; Shahih
Muslim, ia memperlihatkanya kepada sebagian Huffazh al-Hadits,
maka mereka menyetujuai seluruh hadits yang terkandung di
dalamnya kecuali empat buah hadits. Imam Muslim sendiri
mengatakan masalah ini dalam pembukaan kitabnya, hanya saja ia
tidak menyebutkan empat hadits dimaksud. Sementara itu Imam al-
Bukhari menyebutkan ada dua hadits dalam Shahih Muslim yang
dinilainya sebagai hadits dla’if, sebagaimana telah dinyatakan oleh al-
Hafizh Ibnu Hajar.

