Page 117 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 117
Memahami Makna Bid‟ah | 115
Nabi Muhammad jauh lebih mulia dari pada Nabi Yahya, karena
beliau adalah pimpinan seluruh para nabi dan rasul. Dengan
demikian mengatakan “Sayyid” bagi Nabi Muhammad tidak hanya
boleh, tapi sudah selayaknya, karena beliau lebih berhak untuk itu.
Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah sendiri menyebutkan
bahwa dirinya adalah seorang “Sayyid”. Beliau bersabda:
ِ
ِ ِ
َ )يذمجًلاَهاور(ََرخفَىاوَةمايقْ لاَـوػكَـداءَدَ لوَديسَانَأ
ْ َ َ
ُ َ
َ َ َ ََْ ََ َ َ َ
َ
“Saya adalah penghulu manusia di hari kiamat”. (HR. at-Tirmidzi)
Dengan demikian di dalam membaca shalawat boleh bagi
kita mengucapkan “Allahumma Shalli „Ala Sayyidina Muhammad”,
meskipun tidak ada pada lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan
oleh Nabi (ash-Shalawat al-Ma‟tsurah) dengan penambahan kata
“Sayyid”. Karena menyusun dzikir tertentu yang tidak ma‟tsur
boleh selama tidak bertentangan dengan yang ma‟tsur. Maka boleh
hukumnya dan tidak ada masalah sama sekali dalam bacaan
shalawat menambahkan kata “Sayyidina”, baik dibaca di luar shalat
maupun di dalam shalat. Karena tambahan kata “Sayyidina” ini
adalah tambahan yang sesuai dengan dasar syari‟at, dan sama
sekali tidak bertentangan dengannya.َAl-„Allamah Ibn Hajar al-
Haytami dalam kitab al-Minhaj al-Qawim, menuliskan sebagai
berikut:
ِ
ٍ
ِ
ِ
ِِ
ِ ِ
َ"ةيب صلاَقيَنيوديستَىا"رػبخوَ،دمم٤َلبػقَانديسَةداكزبَسْ أبَىاو
َ
َ
َ
ْ ُ ُ َ
َُ ْ َ
َ َ َ َ َ َ
ََُ َ
ْ
َ
َ
ِ
َ َوَ لَلصَأَىاَلبَفيعض
ْ َ
ْ َ ٌ ْ َ
ُ َ
“Dan tidak mengapa menambahkan kata “Sayyidina” sebelum
Muhammad. Sedangkan hadits yang berbunyi “La Tusyyiduni Fi