Page 118 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 118
116 | Memahami Makna Bid‟ah
ash-Shalat” adalah hadits dla‟if bahkan tidak memiliki dasar (hadits
157
maudlu/palsu)”.
Di antara hal yang menunjukan bahwa hadits “La
Tusayyiduni Fi ash-Shalat” sebagai hadits palsu (Maudlu‟) adalah
karena di dalam hadits ini terdapat kaedah kebahasaan yang salah
(al-Lahn). Artinya, terdapat kalimat yang ditinjau dari gramatika
bahasa Arab adalah sesuatu yang aneh dan asing. Yaitu pada kata
“Tusayyiduni”. Di dalam bahasa Arab, dasar kata “Sayyid” adalah
berasal dari kata “Saada, Yasuudu”, bukan “Saada, Yasiidu”.
Dengan demikian bentuk fi‟il Muta‟addi (kata kerja yang
membutuhkan kepada objek) dari “Saada, Yasuudu” ini adalah
“Sawwada, Yusawwidu”, dan bukan “Sayyada, Yusayyidu”. Dengan
demikian, -seandainya hadits di atas benar adanya-, maka bukan
dengan kata “La Tusayyiduni”, tapi harus dengan kata “La
Tusawwiduni”. Inilah yang dimaksud dengan al-Lahn. Sudah barang
tentu Rasulullah tidak akan pernah mengucapkan al-Lahn
semacam ini, karena beliau adalah seorang Arab yang sangat fasih
(Afshah al-„Arab).
Bahkan dalam pendapat sebagian ulama, mengucapkan
kata “Sayyidina” di depan nama Rasulullah, baik di dalam shalat
maupun di luar shalat lebih utama dari pada tidak memakainya.
Karena tambahan kata tersebut termasuk penghormatan dan adab
terhadap Rasulullah. Dan pendapat ini dinilai sebagai pendapat
mu‟tamad. al-„Allamah al-Bajuri dalam kitab Hasyiah al-Bajuri,
menuliskan sebagai berikut:
157 Al-Haytami, al-Minhaj al-Qawim, h. 160