Page 152 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 152

150  | Memahami Makna Bid‟ah

            Apakah orang yang membaca al-Qur‟an yang ada titik dan harakat
            i'rab-nya  tidak  sedang beribadah kepada Allah?! Apakah orang
            yang membaca al-Qur‟an tersebut hanya “bercanda” dan “iseng”
            saja, bahwa ia tidak akan memperoleh pahala karena membaca al-
            Qur‟an yang ada titik dan harakat i'rab-nya?! Sahabat „Abdullah
            ibn  „Umar  yang  jelas  dalam  shalat,  di  dalam  tasyahhud-nya
            menambahkan  “Wahdahu  La  Syarika  Lahu”,  apakah  ia  tidak
            sedang melakukan ibadah?! Hasbunallah.

                    Kemudian dari mana ada pemilahan bid‟ah secara bahasa
            (Bid‟ah Lughawiyyah) dan bid‟ah secara Syara‟?! Bukankah ketika
            sebuah lafazh diucapkan oleh para ulama, yang notebene sebagai
            pembawa ajaran syari‟at, maka harus dipahami dengan makna syar‟i
            dan dianggap sebagai haq-iqah syar‟iyyah?! Bukankah „Umar ibn al-
            Khatththab dan „Abdullah ibn Umar mengetahui makna bid‟ah
            dalam  Syara‟,  lalu  kenapa  kemudian  mereka  memuji  sebagian
            bid‟ah dan mengatakannya sebagai bid‟ah hasanah, bukankah itu
            berarti  bahwa  kedua  orang  sahabat Rasulullah yang mulia dan
            alim ini memahami adanya bid‟ah hasanah dalam agama?! Siapa
            berani mengatakan bahwa kedua sahabat agung ini tidak pernah
            mendengar hadits Nabi “Kullu Bid‟ah Dlalalah”?!  Ataukah siapa
            yang  berani  mengatakan  bahwa  dua  sahabat  agung  tidak
            memahami makna “Kullu” dalam hadits “Kullu Bid‟ah Dlalalh” ini?!
                    Kita  katakan  kepada mereka yang anti terhadap bid‟ah
            hasanah:  “Sesungguhnya  sahabat  „Umar  ibn  al-Khaththab  dan
            sahabat „Abdullah ibn „Umar, juga para ulama, telah benar-benar
            mengetahui adanya kata “Kull” di dalam hadits tersebut. Hanya
            saja orang-orang yang mulia ini memahami hadits tersebut tidak
            seperti  pemahaman  orang-orang  Wahhabiyyah  yang  sempit
            pemahamannya  ini.  Para  ulama  kita tahu bahwa ada beberapa
            hadits shahih yang jika tidak dikompromikan maka satu dengan
            lainnya  akan  saling  bertentangan.  Oleh  karenanya,  mereka
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157