Page 153 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 153
Memahami Makna Bid‟ah | 151
mengkompromikan hadits “Wa Kullu Bid‟ah Dlalalah” dengan
hadits “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan…”, bahwa
hadits yang pertama ini di-takhshish dengan hadits yang kedua.
Sehingga maknanya menjadi: “Setiap bid‟ah Sayyi-ah adalah
sesat”, bukan “Setiap bid‟ah itu sesat”.
Pemahaman ini sesuai dengan hadits lainnya, yaitu sabda
Rasulullah:
ِ ِ
ِ
ِ
َـاَ ثآَلثمَويَ لعَفاكَوَ لوسروَللاَيضرػتَىا َ َ ةَ ليبضَةعدب ِ َعدتػباَنم
ْ
ْ َ َ َ
ً َ َ ً َ ْ
ُ َ
ُ ُْ ََ َ
ْ
َ ََْ ْ َ
ُ
ِ
ِ
ِ ِ
ِ
َنباوَيذمجًلاَهاور(َ ءىشَ مىرازوَأَ نمَ صقػنػكَ ىاَ ابهَ لمعَ نم
ُ ْ َ
َ
َ
ْ َْ ْ ُ
ّ
َ ْ َ
ٌ ْ
َ َ
َ )وجام
“Barangsiapa merintis suatu perkara baru yang sesat yang tidak
diridlai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia terkena dosa orang-
orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi dosa-dosa
mereka sedikitpun”. (HR. at-Tirmidzi dan Ibn Majah)
Inilah pemahaman yang telah dijelaskan oleh para ulama
kita sebagai Waratsah al-Anbiya‟.
(Enam): Kalangan yang mengingkari adanya bid‟ah
hasanah mengatakan: “Perkara-perkara baru tersebut tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah, dan para sahabat tidak pernah
melakukannya pula. Seandainya perkara-perkara baru tersebut
sebagai sesuatu yang baik niscaya mereka telah mendahului kita
dalam melakukannya”.
Jawab: Baik, Rasulullah tidak melakukannya, apakah
beliau melarangnya? Jika mereka berkata: Rasulullah melarang
secara umum dengan sabdanya: “Kullu Bid‟ah Dlalalah”. Kita