Page 14 - 2B
P. 14
2B
belum ada satu meter, dia berbalik ke arahku. “Kau yakin tidak ikut?
Paling tidak melihat siapa otak di balik rencana ini.”
Otak? Siapa peduli dengan otak rencana itu? Aku tak peduli!
Aku menggeleng dan Eni mengangguk paham lalu pergi.
Sebenarnya aku ikut menggigit bibir, miris melihat Eni, teman baikku
satu itu. Ingin sekali kuajak dia untuk tidak ikut dalam kubangan
strategi itu, tapi aku tak tahu, kenapa begitu sulit bagiku untuk
memberi nasihat padanya.
Kuputuskan saja untuk mencari Bara. Di beberapa kelas lain.
Di perpustakaan. Di kantin yang sudah kosong. Di parkiran yang
ramai. Di koperasi. Bahkan di toilet. Tak kutemukan. Hand phone-
nya juga tidak aktif. Aku semakin gelisah. Aku perlu Bara saat ini.
Mereka sudah terlanjur berkumpul, tak akan kubiarkan mereka
terlanjur menyusun rencana. Bara harus hentikan ini. Harus! Kutahu,
teman-teman akan luruh oleh retorikanya, seperti ia meluruhkan
sebagian besar siswa IPA saat berkampanye dulu.
Tapi tak kunjung kutemukan Bara. Lalu aku duduk di sebuah
bangku.
Kau yakin tidak ikut? Paling tidak melihat siapa otak di balik
rencana ini? Aku teringat perkataan Eni. Otak? Siapa otak rencana
ini? Ah. Kupikir, aku juga harus mengetahuinya. Biar kukatakan pada
Bara nanti agar Bara bisa mendekatinya untuk tidak mempengaruhi
teman-teman. Kuputuskan untuk pergi saja ke atap itu.
Aku sampai di atap itu, di sebuah gedung sekolah yang belum
selesai dibangun. Gedung ini tersudut dan terbelakang. Kulihat
perkumpulan besar di situ.
Maulida Azizah & Ummu Rahayu 13

