Page 71 - 2B
P. 71

2B


                    Lengan  Eni masih mengalung  di leherku saat  aku bertemu
            dengan Pak Rahman di depan ruang guru. Aku tersenyum padanya,
            lebih karena mengingat perjuangannya semasa sebelum ujian dulu.
                    Pak Rahman pun tersenyum, “Bagaimana ujiannya, Bita?”
                    Aku tersenyum lagi, mencari kata-kata, “Soal Matematikanya
            sedikit sulit, Pak.”

                    “Tak  apa.  Yang  penting  kita  sudah  berusaha.  Hasilnya  itu
            Yang Kuasa yang menentukan, apakah cepat ataukah lambat. Yang
            penting kita tak mengingkari ajaran-Nya. Kebaikan sekecil biji zarah
            pun pasti ada imbalannya.”
                    Aku  tersenyum  lagi  dan  lagi,  menyambut  dukungan  baru,
            “Ya. Saya setuju, Pak.”
                    “Kalau  dosa,  Pak?  Ada  juga  balasannya?”  Eni  bertanya

            dengan wajah polos.
                    Aku  menyenggolnya,  khawatir  Pak  Rahman  tersinggung,
            tapi wajah Eni tak berubah dari polos.
                    “Sama, Nduk. Tuhan Maha Adil, kalau kebaikan, ada niatnya
            saja kita sudah mendapat pahala, tapi kalau kejahatan, baru berdosa
            jika dilakukan.”

                    “Ngomong-ngomong, biji zarah itu sebesar apa, Pak?”
                    “Kecil, Nduk. Mungkin biji terkecil di dunia.”
                    Eni  menyilangkan  lengannya,  lalu  memukul-mukulkan
            telunjuknya di bibir, wajahnya menerawang ke angkasa, “Hem….”
                    “Sudah, sudah.  Kalian harus segera kembali  belajar. Ingat,
            masih  ada  fisika  dan  kimia  yang  harus  kalian  hadapi.  Lupakan
            Matematika hari ini, balas dendam pada fisika dan kimia nanti ya.”

                    “Baik, Pak! Siap laksanakan!” Sahutku bersemangat.

                                         Maulida Azizah & Ummu Rahayu  70
   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76