Page 78 - 2B
P. 78
2B
tengah geram dengan strategi bodohnya, dia tetap adalah orang
yang pernah banyak menolongku. Di saat-saat panik dia seperti
seorang hero tak kesiangan. Saat-saat itu adalah saat tugasku
ketinggalan di rumah padahal jam pelajaran akan segera dimulai,
saat ternyata Ayah tak kunjung menjemput, dan saat aku kehilangan
motivasi untuk mencapai sesuatu. Dia pernah menjadi kumpulan
kata mutiara berjalan bagiku.
Tapi sekarang dia mengkhianati semuanya, mengkhianati
figurnya yang telah tertanam dalam benakku. Atau aku saja yang
terlalu berlebihan memigurkannya sebagus itu, sehingga dia pernah
menjadi orang yang hampir selalu kumintai pendapatnya untuk
memutuskan sesuatu, kuacu idealismenya? Sekarang dia bukan lagi
kata mutiara berjalan, tapi pembual dari semua pembual. Mungkin
munafik.
Lalu apa yang aku inginkan? Menolongnya? Menolong
strategi bodohnya? Kalau begitu, aku juga akan benar-benar,
setelah hampir, menjadi pengkhianat diriku sendiri. Atau aku kirim
pesan padanya dan hanya berkata, “Bara, kau kenapa?” Belum
selesai aku menemukan langkah-langkah, pesan strategi bodoh
datang.
Tmn, aq sgt memohon maaf. Maafkan aq yang telah tak
berguna untuk kalian. Bolehkah kt mengadakan rapat sebentar sj
pukul 5 nanti?
Terbayang wajahnya yang geram tadi siang, tiba-tiba saja
aku benci dengan ekpresi wajah itu, wajah yang tak biasa. Biasa,
Maulida Azizah & Ummu Rahayu 77

