Page 118 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 118
Ia hanya tersenyum setiap kali teringat dokter perempuan
itu. Meskipun untuk dapat tersenyum sungguhan, ia harus
berusaha mengusir sesak napas dari dadanya. Juga lelehan
lendir yang teramat menganggu tenggorokannya. Sialan!
Umpatnya.
Setiap kali ia mengamati dokter yang menyambangi
pasien. Kira-kira pukul 07.30 dokter akan keliling mengecek
satu persatu. Ia berharap salah satu dokter itu adalah si dok-
ter perempuan. Pada pukul 18.30, dokter akan berkeliling
lagi. Setelah itu, ia hampir putus asa, dan memilih meme-
jamkan mata, sambil mengumpat karena sesak napas.
Saat matanya mulai tak kuat menahan lelah, sebuah su-
ara menembus telinganya: “Kau harus mengajariku terbang!”
Laki-laki itu kaget, dan setelah membuka mata, dili-
hatnya dokter perempuan itu sudah berdiri di depannya.
Seluruh tubuhnya dibungkus hazmat lengkap. Tetapi,
matanya, juga sorot tajamnya tidak bisa dibungkus oleh apa
pun. Sorot itu menembus mata laki-laki itu, dan sejenak
sesak napas di dadanya sirna seketika.
Tanpa ada yang memberi aba-aba. Dokter perempuan
itu melepas semua selang-selang yang terhubung pada tubuh
laki-laki itu. Mereka berdua kemudian diam-diam menaiki
tangga menuju atap pabrik yang luas.
Sampai di atas, dokter tersebut melepas hazmat. Ternya-
ta, ia sudah menggunakan gaun pesta berwarna merah. Be-
lahan bawah gaun itu membelah bagian pahanya. Mereka
berdua melepas masker di mulutnya. Keduanya saling ber-
ciuman. Laki-laki itu merasa ada sesuatu yang tumbuh di
100

