Page 119 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 119

punggungnya. Semacam tulang lunak yang menjebol ku-
               litnya. Tetapi, ia abaikan sejenak. Di atas atap itu mereka
               bercinta.
                   Dokter itu berbisik, “Kau harus mengajariku terbang!”
                   “Sebelum aku mengajarimu terbang, aku mau mem-
               beritahumu bahwa ternyata setiap orang bisa terbang. Di
               pabrik ini, aku melihatnya berkali-kali. Dua hari lalu, orang
               di ranjang sebelah kananku terbang. Sayapnya tidak terlalu
               besar. Putih seperti sayap merpati. Ia tersenyum melihatku.
               Lalu, melambai seolah mengajakku bersamanya. Sehari lalu,
               orang di ranjang sebelah kiriku juga terbang. Sayapnya se-
               perti capung. Unik, tetapi kuat mengangkat tubuhnya yang
               tambun. Ia juga melambai padaku. Nah, ternyata, aku salah
               selama ini. Bukan cuma aku yang bisa terbang. Orang-orang
               itu juga bisa terbang!”
                   Dokter itu tertegun. Mereka kembali berciuman. Di sela
               itu, ada kalanya mereka berdua batuk dan bersin. Tetapi,
               keduanya tertawa bahagia.
                   Mereka berdua kemudian berdiri di pinggir atap pabrik.
               Bau busuk sampah menyerbu dari bawah. Dua ekor anjing
               kota melolong. Keduanya melihat ke atas. Ke arah dua orang
               yang sedang belajar terbang itu.
                    “Kau ingat ini hari apa?” tanya si dokter.
                   “Minggu seingatku. Kenapa?”
                   “Berarti kita tidak melanggar aturan!”
                   Keduanya terbahak.
                   Setelah lelah tertawa, mereka berdua kembali berdiri di
               bibir atap. Jalan aspal terlihat sempit dari atas.


                                      101
   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124